Bisnis.com, Jakarta – Kebijakan Pemerintah (Permendag) yang dikeluarkan Menteri Hukum Dagang no. UU 21/2024 tentang pembukaan gosong pasir di pantai menjadi tanda tanya besar, meski sudah dilarang pemerintah sejak 20 tahun lalu.

Pada tahun 2023, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Umum (PP) No. 23/2023 Peraturan Pengelolaan dan Teknis Sedimen yang Muncul di Laut yaitu Undang-undang Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) no. 33/2023. Kontroversi tersebut kemudian menjadi publik.

Pemerintah berpendapat bahwa kedua undang-undang tersebut dimaksudkan untuk mengendalikan sedimentasi makanan laut. Namun Menteri PP dan KP jelas-jelas menyebut pasir laut. Sedimentasi hasil laut tentu saja penjelasannya sederhana. Rupanya, pemerintah kini telah menyetujui ekspor pasir laut melalui Menteri Perdagangan. 21/2024.

Kebijakan pengangkutan pasir laut menghasilkan dua model penangkapan ikan di laut, yaitu penangkapan ikan di laut lokal dan penangkapan ikan sumber daya, khususnya pasir laut dan ikan (Bennet et al 2015).

Pasir dibawa turun dari laut ke negara yang paling banyak dikunjungi, Singapura. Negara ini ingin memasok pasir laut Indonesia untuk memperluas lahannya dan membangun infrastruktur pelabuhan utama Tuas. Kebijakan ini dipengaruhi oleh penambangan pasir laut. Di laut, proses ini menyebabkan perubahan pola arus, gelombang dan bentuk dasar laut (Sofiani et al. 2012).

Akibatnya stok ikan menjadi punah akibat rusaknya habitat dan ekosistem pendukungnya. Kegiatan seperti ini disebut penangkapan ikan, khususnya ikan demersal dan ikan karang yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (Stabler et al 2022). Mengapa? Nelayan yang bermatapencaharian dari sumber daya perikanan akan gigit jari karena daerah penangkapan ikan, tempat pemijahan dan pemijahannya akan habis dan ikannya akan mati secara alami.

Semakin banyak nelayan yang melaut di kemudian hari, biaya operasional (minyak) akan semakin tinggi. Sebagai manfaat tambahan, stok ikan akan berkurang di perairan yang kekurangan pasir.

Faktanya, di perairan Kepulauan Riau, tempat pasir ditambang di masa lalu dan dijual ke Singapura, sumber daya ikan dan ekosistemnya belum sepenuhnya pulih (Yulianti dkk. 2024). Nelayan di Kepulauan Riau terus kesulitan menangkap ikan akibat rusaknya habitat dan lingkungan laut.

Izin Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2024 akan mempercepat pembajakan dan eksploitasi perairan Indonesia.

Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi politik, Peraturan Menteri Perdagangan No. 21/2024 merupakan bagian integral dari kebijakan Ekonomi Biru yang tengah digalakkan pemerintah. Pasalnya, kebijakan tersebut tidak lepas dari undang-undang yang tersebar, yakni UU No. 6 Tahun 2023 tentang Pembuatan Sabun dan Produknya, atau PP No. 23/2023 dan Menteri Hukum KPK No. 33/2023. Tentu saja kebijakan ini tidak menegakkan pengelolaan laut dan sumber dayanya secara baik dan berkelanjutan. Sebaliknya, hal ini melegitimasi kejahatan kerah biru, yang pada gilirannya menciptakan ketidakadilan dan ketidakstabilan sosial ekonomi.

Sayangnya, pemerintahlah yang menjadi pendorong utama perampasan wilayah dan sumber daya laut. Korbannya adalah masyarakat pesisir (nelayan tradisional, masyarakat adat) akibat hilangnya akses terhadap sumber daya dan degradasi ekosistem. Akibatnya mereka kehilangan nyawa. Apakah situasi ini tidak akan semakin memperparah kemiskinan ekstrim masyarakat pesisir dan juga krisis lingkungan hidup di wilayah mereka? Pengenalan program

Kebijakan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2024 bukanlah solusi pengelolaan dan mitigasi sedimen laut. Sebab, sebagian sedimen laut bersifat alami akibat bencana alam di lingkungan laut, misalnya letusan gunung berapi gurun yang mengalirkan lahar ke laut di daerah aliran sungai (DAS). Aktivitas manusia dan perpindahan (antroposentrisme) di wilayah dataran tinggi dan pesisir juga menyebabkan sedimentasi dan masuk ke perairan laut. Penyebabnya antara lain penambangan mineral di kota-kota pesisir, perkebunan besar, dan limbah rumah tangga.

Penentuan sedimen laut tidak cukup hanya dengan menggali sedimen yang ada di pantai dan di laut. Sebaliknya, hentikan aktivitas di hulu dan sedimen akan terlepas. Jika dilihat lebih dekat, sedimen seperti pasir samudera tidak selalu berasal dari lapisan tanah atas yang mengalir ke daratan. Ada berbagai jenis pasir di pantai dan pantai. Pembentukannya terjadi secara alami melalui erosi air laut dan erosi batuan. Oleh karena itu, sifatnya berbeda dengan pasir biasa, yaitu butirannya lebih halus dan tajam. Mungkinkah Singapura perlu membeli sedimen mirip limbah untuk mendapatkan kembali tanah dan pelabuhannya? Sama sekali tidak mungkin.

Singapura hanya ingin mengimpor pasir laut kualitas terbaik dari dasar laut ke pulau-pulau kecil. Kesimpulannya, jika negara ini ingin mengelola sumber daya alamnya dengan baik demi kesejahteraan rakyatnya, maka Kebijakan Menteri Perdagangan no. 21/2024, dan PP No. 23/2023 UU Menteri KP Nomor 33/2023 sebaiknya dicabut.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel