Bisnis.com, JAKARTA – Sesuai rencana pemerintah untuk menjadikan industri farmasi sebagai industri strategis nasional bagi Indonesia, diperlukan pembangunan yang lebih fokus pada inovasi medis dan teknologi terkini untuk meningkatkan daya saing global.

Lebih banyak investasi dalam penelitian dan pengembangan, penggunaan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI), dan penguatan distribusi obat melalui rumah sakit dan apotek ritel merupakan langkah penting yang harus diambil untuk mencapai tujuan tersebut, terutama dalam konteks Nasionalisme. Asuransi Kesehatan. (JKN) yang mendukung meluasnya penggunaan obat generik.

Secara global, sektor ini sangat menarik karena terus berkembang pesat, didorong oleh meningkatnya kebutuhan akan obat-obatan yang inovatif dan efektif, serta perkembangan teknologi medis yang revolusioner.

Dengan penjualan global yang diperkirakan mencapai $1,56 triliun pada tahun 2024 dan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 4,3%, industri farmasi memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya di pasar internasional dan meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang berkualitas (GlobalData , 2023;

Penjualan obat di rumah sakit

Penjualan obat di rumah sakit meliputi penggunaan obat di rawat inap dan rawat jalan. Pada tahun 2023, penjualan farmasi rumah sakit global akan mencapai $300 miliar, dengan proyeksi meningkat menjadi $354 miliar pada tahun 2031, dengan CAGR sebesar 4,0% dari tahun 2023 (IQVIA, 2023). Di Indonesia, penjualan obat generik di rumah sakit mencapai sekitar 60% dari total penjualan obat generik, menunjukkan pentingnya peran rumah sakit dalam distribusi obat (IQVIA, 2023).

Inovasi Medis

Inovasi medis merupakan salah satu pendorong utama pertumbuhan penjualan farmasi di rumah sakit. Kemajuan dalam terapi gen dan imunoterapi telah mengubah cara pengobatan banyak penyakit, termasuk kanker dan penyakit genetik langka. Terapi gen memungkinkan gen yang rusak atau hilang yang menyebabkan penyakit diperbaiki atau diganti.

Sementara itu, imunoterapi menggunakan sistem kekebalan tubuh untuk melawan kanker, sehingga memberikan alternatif yang lebih efektif dengan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan kemoterapi tradisional. Misalnya, terapi CAR-T (Chimeric Antigen Receptor T-cell) telah menunjukkan hasil yang luar biasa dalam pengobatan beberapa jenis kanker darah (GlobalData, 2023).

Departemen Farmasi Ritel

Sektor farmasi ritel juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Penjualan ritel farmasi global pada tahun 2023 akan mencapai $700 miliar dan diperkirakan akan meningkat menjadi $750 miliar pada tahun 2024 (The Business Research Company, 2024). Faktor pendorong pertumbuhan ini antara lain peningkatan akses terhadap layanan kesehatan, populasi menua, dan peningkatan jumlah penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi (GlobalData, 2023).

Di Indonesia, apotek ritel menyumbang sekitar 30% dari total penjualan obat generik, dengan jaringan apotek yang luas di seluruh negeri, baik di perkotaan maupun pedesaan (IQVIA, 2023).

Perubahan Pola Penggunaan

Selain itu, perubahan pola konsumsi masyarakat turut mempengaruhi peningkatan penjualan di apotek. Konsumen masa kini lebih menyukai produk dan layanan yang cepat dan mudah diakses, didukung oleh kemajuan teknologi dan digitalisasi di bidang kesehatan.

Meningkatnya penggunaan teknologi informasi kesehatan (e-Health) dan telemedis juga telah memperluas jangkauan apotek ritel, sehingga memungkinkan mereka menawarkan layanan konsultasi jarak jauh dan pengiriman obat langsung ke rumah pasien.

Di Indonesia, layanan telemedis dan pengiriman obat semakin populer, terutama di masa pandemi Covid-19 yang membatasi pergerakan orang (IQVIA, 2023).

Bagian lainnya

Segmen lain yang berkontribusi terhadap penjualan farmasi global mencakup klinik swasta, pusat kesehatan masyarakat, dan distribusi langsung ke pasien melalui platform digital.

Pada tahun 2023, penjualan melalui apotek online akan mencapai sekitar 10% dari total penjualan obat generik di Indonesia, menunjukkan potensi pertumbuhan yang signifikan seiring dengan peningkatan penggunaan teknologi dan perubahan perilaku konsumen terhadap belanja online (IQVIA, 2023).

Pertumbuhan pasar di masa depan

Menurut laporan dari The Business Research Company, pasar obat farmasi global diperkirakan akan tumbuh dari $1,199.86 miliar pada tahun 2023 menjadi $1,267.05 miliar pada tahun 2024, dengan CAGR sebesar 5,6% (The Business Research Company, 2024).

Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan kesadaran kesehatan, peningkatan penyakit pernafasan, transisi gaya hidup, peningkatan investasi dalam penelitian dan pengembangan farmasi, dan pertumbuhan ekonomi yang kuat di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia (GlobalData, 2023).

Penggerak utama pertumbuhan pasar

Ke depan, pasar farmasi global diperkirakan akan terus tumbuh pesat. Investasi dalam pengembangan produk biologi generasi mendatang, fokus pada pengobatan yang dipersonalisasi, dan penggunaan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dalam penemuan obat akan menjadi pendorong utama pertumbuhan.

Selain itu, kemitraan dengan perusahaan teknologi untuk meningkatkan penelitian dan pengembangan obat, serta penggunaan teknologi pencetakan 3D dalam pembuatan obat, diharapkan dapat mendorong inovasi lebih lanjut dalam industri obat (GlobalData, 2023).

Perubahan demografi

Perubahan demografi, seperti peningkatan jumlah lansia, akan memainkan peran penting dalam pertumbuhan pasar farmasi. Seiring dengan pertumbuhan populasi dunia, permintaan obat-obatan untuk mengobati penyakit kronis dan kondisi terkait usia seperti kanker, diabetes, dan penyakit kardiovaskular akan terus meningkat.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, penyakit tidak menular (PTM) menyebabkan 41 juta kematian setiap tahunnya, yang merupakan 74% dari total kematian global (Organisasi Kesehatan Dunia, 2023). Tren ini menggarisbawahi meningkatnya permintaan akan obat-obatan biologis untuk mengobati kondisi seperti diabetes dan penyakit langka lainnya.

Di Indonesia, semakin banyaknya penyakit tidak menular telah mendorong permintaan akan obat-obatan kronis dan pengobatan jangka panjang (IQVIA, 2023).

Menjual obat generik di Indonesia

Secara khusus, penjualan obat generik di Indonesia menunjukkan tren yang menarik. Berdasarkan data IQVIA, penjualan obat generik di Indonesia melalui apotek rumah sakit lebih tinggi dibandingkan apotek ritel.

Hal ini menunjukkan bahwa baik rumah sakit pemerintah maupun swasta mempunyai peran besar dalam pendistribusian obat generik, terutama dalam konteks program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mendorong penggunaan obat generik untuk rawat inap dan rawat jalan (IQVIA, 2023). .

Distribusi penjualan obat generik di Indonesia menunjukkan bahwa apotek rumah sakit menyumbang sekitar 60% dari total penjualan obat generik. Rumah sakit menyediakan obat-obatan yang diperlukan untuk perawatan yang lebih kompleks yang memerlukan pengawasan medis yang ketat.

Apotek ritel menyumbang sekitar 30% dari total penjualan, yang penting untuk akses obat generik kepada masyarakat umum, namun tidak sebanyak yang ditawarkan rumah sakit. Apotek online walaupun masih kecil, sekitar 10%, menunjukkan potensi pertumbuhan yang signifikan seiring dengan meningkatnya adopsi teknologi dan perubahan perilaku konsumen terhadap belanja online (IQVIA, 2023).

Perbandingan dengan Kawasan ASEAN

Dibandingkan kawasan Asia lainnya, data sebaran penjualan obat generik di Indonesia menunjukkan dominasi penjualan di apotek rumah sakit menurut beberapa tren di kawasan Asean, namun terdapat perbedaan yang signifikan antar negara.

Di beberapa negara ASEAN seperti Thailand dan Vietnam, rumah sakit juga berperan penting dalam pendistribusian obat generik. Namun, di negara-negara seperti Filipina dan Malaysia, apotek ritel mendominasi penjualan obat generik, hal ini menunjukkan adanya akses yang lebih luas kepada masyarakat umum. Filipina, misalnya, melaporkan sekitar 60% penjualan obat generik melalui apotek (GlobalData, 2023).

Secara keseluruhan, meskipun data di Indonesia menunjukkan dominasi penjualan obat generik di apotek rumah sakit, hal ini tidak sepenuhnya mencerminkan wilayah Asean lainnya dimana apotek ritel seringkali lebih kuat. Variasi tersebut menunjukkan bahwa struktur pasar farmasi dan kebijakan kesehatan di setiap negara ASEAN memiliki karakteristik spesifik yang mempengaruhi distribusi obat generik (GlobalData, 2023).

Tren Sejarah di Pasar Global

Secara historis, apotek umumnya mendominasi penjualan obat generik di seluruh dunia. Namun, ada kalanya dinamika ini berubah. Misalnya, dalam konteks penggunaan obat-obatan tertentu atau pada saat perubahan besar dalam kebijakan kesehatan seperti penerapan program asuransi kesehatan universal, terjadi perubahan besar. Di Amerika Serikat, pada awal tahun 2000-an, program Medicare Part D meningkatkan ketersediaan obat generik melalui apotek.

Namun pada masa pandemi Covid-19, penjualan di apotek rumah sakit dan apotek online meningkat secara signifikan karena kebutuhan akan obat-obatan yang lebih khusus dan sulit diakses secara langsung (GlobalData, 2023).

Secara keseluruhan, pasar farmasi global dan Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang kuat dan dinamis. Distribusi penjualan antara rumah sakit, apotek, dan sektor lainnya mencerminkan perubahan kebutuhan dan preferensi konsumen, serta kemajuan teknologi dan inovasi medis.

Dengan peningkatan investasi dalam penelitian dan pengembangan, penggunaan teknologi canggih, dan perubahan demografi yang berkelanjutan, industri farmasi diperkirakan akan terus tumbuh dan beradaptasi dengan perubahan kebutuhan pasar.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel