Bisnis.com, JAKARTA – Berbeda dengan kinerja bulan Maret, kinerja pasar saham global di bulan April menunjukkan pelemahan dengan Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq masing-masing turun 5,00%, 4,16%, dan 4,41%.
Selain buruknya kinerja sektor teknologi, penurunan ini juga disebabkan oleh rilis data inflasi AS pada bulan Maret yang meningkat dari 3,20% menjadi 3,50% dan indeks PCE AS yang juga menunjukkan peningkatan sebesar 2,50% menjadi 3,50% 2,70%. . .
Rilis data tersebut membuat pelaku pasar memperkirakan Federal Reserve akan memangkas suku bunganya (FED). Hal ini disoroti dari sisi kebijakan moneter AS, sedangkan pada pertemuan FOMC pada 1 Mei 2024, Federal Reserve mempertahankan suku bunga AS pada level 5,25-5,50% dengan rencana penurunan suku bunga secara bertahap untuk mendukung perekonomian. bagian.
Berbeda dengan kinerja bulan Maret, kinerja pasar saham global bulan April menunjukkan kelemahan, dengan Dow Jones, S&P 500 dan Nasdaq masing-masing turun 5,00%, 4,16% dan 4,41%.
Selain kinerja sektor teknikal yang kurang baik, penurunan ini juga disebabkan oleh rilis data inflasi AS pada bulan Maret yang juga meningkat dari 3,20% menjadi 3,50% dan indeks PCE AS yang juga menunjukkan peningkatan dari level tersebut. . 2,50% hingga 2,70%.
Rilis data tersebut membuat pelaku pasar memperkirakan Federal Reserve akan memangkas suku bunga (FED). Hal ini disoroti dari sisi kebijakan moneter AS, sedangkan pada pertemuan FOMC pada 1 Mei 2024, Federal Reserve mempertahankan suku bunga AS pada level 5,25-5,50% dengan rencana penurunan suku bunga secara bertahap untuk mendukung perekonomian. bagian.
Sejalan dengan pasar saham AS, banyak indeks Eropa juga mengalami pelemahan. Pada bulan April secara keseluruhan, indeks European Stox 600 turun 1,52% dan Euro Stox 50 juga turun 3,19%.
Di kawasan Asia, sebagian besar pergerakan saham melemah, terlihat pada kinerja MSCI Asia Pasifik kecuali Jepang -1.48% selama bulan April.
Pada bulan April, Tiongkok juga mempertahankan suku bunga satu tahun sebesar 3,45% dan suku bunga lima tahun sebesar 3,95%. Hal ini dilakukan pemerintah China sebagai langkah regulasi untuk mendukung perekonomian.
Selain itu, Bank of Japan (BoJ) memutuskan pada bulan April untuk mempertahankan suku bunga jangka panjang pada tingkat yang nyaman yaitu 0-0,1%. Keputusan tersebut didasarkan pada rilis data inflasi Jepang bulan Maret yang tampak menurun dari 2,8% menjadi 2,7%. Selain itu, BoJ akan terus mempertahankan kebijakan yang akomodatif untuk mendukung perekonomian domestik.
Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) secara mengejutkan menaikkan suku bunga dari 6,00% menjadi 6,25% pada bulan April. Perubahan BI bertujuan untuk menstabilkan nilai tukar rupee yang tertekan terhadap dolar AS.
Namun kondisi fundamental perekonomian Indonesia tampaknya masih kuat, tercermin dari rilis inflasi Indonesia bulan April yang masih berada pada angka 3%, naik dari sebelumnya 3,05%. . Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Q1-2024 mencapai 5,11% year-on-year (y-o-y).
Sementara itu, IHSG terlihat melemah -0,75% sepanjang bulan April. Secara lintas sektoral, IHSG ditutup mixed dengan sektor Energi dengan penguatan terbesar sebesar 5,01% dan pelemahan terbesar dipimpin oleh sektor Transportasi & Logistik sebesar -9,48%, terutama disebabkan oleh faktor eksternal terkait konflik internasional dan ketidakpastian penurunan suku bunga. tangan. dan The Fed.
Di masa lalu, pasar saham di bulan Mei sering dikaitkan dengan ungkapan “jual di bulan Mei dan pergi”. Dalam 10 tahun terakhir, IHSG mencatatkan kinerja negatif sebanyak tujuh kali pada Mei sehingga rata-rata kinerja bulanannya sebesar -0,15%.
Dengan ketidakpastian pasar yang masih tinggi, hal ini kemungkinan akan menekan IHSG, namun pelemahan tersebut harus dilihat sebagai peluang untuk mengambil saham dengan harga murah, mengingat perhitungan PE Ratio saat ini sangat menarik yaitu sebesar 12,7 kali lipat. . . pembacaan di bawah rata-rata dalam 5 tahun terakhir adalah 15-16 kali.
Pergerakan pasar saham di bulan April juga mengalami tekanan, terlihat dari manajemen pemerintah Indonesia 10 tahun yang naik signifikan hingga 7,27% yang menunjukkan adanya penurunan harga.
Peningkatan produktivitas ini juga disebabkan oleh melemahnya rupee. Tak hanya itu, kepemilikan investor asing pada utang pemerintah mengalami penurunan sebesar Rp20,84 triliun pada April menjadi Rp789,87 triliun.
Hal ini mendorong BI pada rapat Dewan Gubernur (GBG) pada tanggal 24 April untuk menaikkan suku bunga sebagai langkah pertama dan utama untuk memastikan perbedaan suku bunga yang lebar dengan dolar AS guna memperkuat rupee.
Rupee melemah -2,49% di bulan April menjadi Rp 16.259 per dolar AS. Pelemahan tersebut disebabkan oleh penguatan dolar AS dan meningkatnya risiko global di Timur Tengah, terlihat dari indeks DXY yang kembali menguat sebesar 1,14% hingga mencapai level 106,22 pada bulan April.
Selain itu, penguatan dolar AS terjadi seiring dengan pendapat Ketua Fed Jerome Powell yang tidak akan memangkas suku bunga, dan pada rapat FOMC 1 Mei 2024 dipastikan suku bunga tetap dipertahankan. di 5,25-5,50%. Dalam jangka menengah, nilai tukar rupiah masih bergantung pada kebijakan The Fed, Bank Indonesia, dan pertumbuhan perekonomian domestik.
Selain memilih strategi investasi, kita juga sebaiknya menggunakan strategi tersebut. Berinvestasi sekarang dapat dilakukan di mana saja melalui internet.
Tentunya investor juga harus memilih bank yang memiliki reputasi baik dan terpercaya yang juga diatur dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pertimbangkan berinvestasi melalui bank yang dapat menawarkan kombinasi layanan keuangan dan layanan keuangan sehari-hari untuk membantu Anda membeli investasi pilihan Anda.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel