Bisnis.com, Jakarta – Federasi Pengemasan Indonesia (IPF) mengungkapkan devaluasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mulai berdampak pada kenaikan biaya produksi kemasan plastik. 

Menurut Direktur Pengembangan Bisnis IPF Ariana Susanti, 50% bahan baku plastik masih diimpor sehingga biaya produksinya sulit. Dampaknya, harga jual produk yang diturunkan peringkatnya diperkirakan akan meningkat. 

“Tentunya perubahan nilai tukar rupiah berdampak besar terhadap industri dalam negeri saat ini. [Kenaikannya] tergantung bahan yang digunakan, bisa 5-10%, bahkan 10-20%,” kata Ariana Bisnis. Minggu. (26/5/3034) disampaikan.

Ia menjelaskan, impor bahan baku plastik mengalami penurunan sebesar 20% dibandingkan kuartal III tahun lalu. Situasi ini menyebabkan penurunan efisiensi produksi pada beberapa produsen kemasan. 

Saat ini pertumbuhan impor bahan baku melambat karena banyaknya pemain baru, merek baru, dan biaya produksi yang semakin meningkat. 

“Ada perubahan dan disrupsi, dan e-commerce sangat berpengaruh. Tidak semua kemasan inferior, tergantung produk spesifiknya dan bervariasi,” ujarnya. 

Tak bisa dipungkiri, seiring naiknya harga bahan baku dan biaya produksi, konsumen kemasan plastik terpaksa menaikkan harga jual produk atau efisiensi volume produk. 

Pada saat yang sama, depresiasi rupee akan melemahkan daya beli masyarakat di saat inflasi meningkat. Salah satu bidang yang saat ini bergantung pada industri kemasan adalah industri makanan dan minuman yang menyumbang 70% penggunaan kemasan plastik. 

“Tentunya hal ini juga mempengaruhi daya beli konsumen, apalagi saat ini kebutuhan pokok juga semakin meningkat,” imbuhnya. 

Penekanan pada industri kemasan plastik juga sejalan dengan laju pertumbuhan industri karet, karet, dan produk plastik yang sebesar -5,24% year-on-year (y-o-y) pada triwulan I-2024 yang lebih rendah. dibandingkan 1,66% pada periode yang sama tahun lalu. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA