Bisnis.com, JAKARTA— Asuransi kredit menjadi salah satu lini bisnis yang potensial di industri asuransi umum. Asuransi kredit masuk dalam tiga besar pendapatan premi, selain asuransi properti dan kendaraan. 

Pada semester I tahun 2024, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) melaporkan asuransi kredit mencapai Rp 10,58 triliun, meningkat 26% year-on-year (YoY) dari sebelumnya Rp 8,4 triliun. Sedangkan asuransi properti dan kendaraan masing-masing sebesar Rp16,66 triliun dan Rp10,03 triliun. 

Namun kinerja asuransi pinjaman mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir karena peningkatan klaim yang signifikan. Bahkan pada semester pertama tahun ini masih terjadi pertumbuhan dimana iklan mencapai Rp 8,3 triliun, meningkat 35,4% dari sebelumnya Rp 6,13 triliun.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan ada tiga hal penting untuk meningkatkan asuransi kredit. Deputi Komisioner OJK Bidang Pengawasan Asuransi, Penjaminan, dan Dana Pensiun Ivan Pasila mengatakan perusahaan asuransi penyelenggara asuransi kredit harus memastikan kecukupan preminya. Menurut dia, perusahaan harus meninjau kembali rasio kecukupan di atas agar tidak lebih rendah dari kemampuan membayar debitur. 

“Kalau NPL [non-performing loan] tinggi, ketika perusahaan ingin menutup, misalnya dikatakan NPL bisa 5%, preminya hanya 0,75% atau 1%, pastikan itu tidak cukup. “Nah, ini perlu dikaji,” kata Ivan beberapa waktu lalu.

Kemudian Ivan mengatakan, pengelolaan tanggung jawab juga harus dilakukan oleh perusahaan yang mengelola asuransi pinjaman. Ia mengatakan, asuransi pinjaman memiliki pola klaim yang biasanya terjadi pada tahun ketiga atau keempat. Sementara itu. Pada tahun pertama, klaim hampir pasti akan sangat kecil. 

“Nah, perusahaan harus mengelola kewajibannya agar ketika iklannya besar, ada cadangan preminya,” kata Iwan. 

Oleh karena itu, Ivan mengatakan pihaknya mendorong perusahaan asuransi untuk memastikan pengelolaan tanggung jawab dengan baik. Ia mengatakan, prinsip ini harus dikembangkan lebih lanjut. “Karena sebenarnya pola klaimnya tertinggal,” imbuhnya. 

Ketiga, OJK mendorong perusahaan asuransi umum memiliki akses terhadap karakteristik nasabah yang akan ditanggungnya. Oleh karena itu, regulator pun membuka akses Sistem Informasi Keuangan (SLIK) yang sebelumnya hanya dapat disediakan oleh perbankan kepada perusahaan asuransi pinjaman. 

Ivan mengatakan, regulator telah memberikan akses kepada SLIK kepada perusahaan asuransi kredit untuk memastikan mereka tidak melakukan cat in a bag. 

“Jadi ketika mereka menjamin klien kredit, kami ingin mendorong perusahaan asuransi untuk bekerja sama dengan bank, misalnya untuk memastikan klien tersebut memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman,” ujarnya. 

Dengan langkah tersebut, OJK berharap perusahaan asuransi dapat mengelola risiko dengan lebih efisien dan meningkatkan kesehatan keuangannya.

“Pendekatan SLIK merupakan mekanisme yang baik untuk meningkatkan visibilitas dan manajemen risiko bagi perusahaan asuransi kredit,” pungkas Iwan.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel