Bisnis.com, JAKARTA – Organisasi Jasa Keuangan (OJK) angkat bicara soal lambatnya penyaluran pinjaman sindikasi di saat pertumbuhan kredit nasional sedang melaju kencang.

Berdasarkan laporan bisnis, pada September 2024, nilai pinjaman sindikasi bank tersebut turun 43% dibandingkan tahun lalu menjadi sebesar 14,14 miliar dolar. 

Sementara itu, hingga Agustus tahun ini, menurut data Bank Sentral, pertumbuhan pinjaman perbankan sebesar 11,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Indikator ini lebih tinggi sebesar 9,06% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Menurut Direktur Jenderal Pengawasan Perbankan OJK Dian Ediana Ray, penurunan tersebut akan berdampak pada penyaluran kredit sindikasi karena proyek-proyek besar yang belum mengalami pertumbuhan signifikan serta permasalahan kredit bermasalah (NPL) yang juga dihadapi industri perbankan.

“Tetapi menurut saya tren sindikasi ini adalah jika dilihat dari skala banknya, akan terus tumbuh. “Itu hanya wilayah saja [target bank],” ujarnya di Jakarta, Senin (14/10/2024).

Menurutnya, pascapandemi Covid-19, beberapa industri sudah pulih dan mulai tumbuh dengan baik. Namun ada industri lain yang tumbuh lambat atau tidak tumbuh sama sekali.

Selain itu, Pak Dian menyampaikan bahwa positifnya laju pertumbuhan kredit nasional dalam rangka kredit sindikasi semakin membuktikan bahwa keadaan tersebut terutama disebabkan oleh perbedaan perkembangan masing-masing sektor. 

“Kalau kita lihat datanya per sektor, jelas sektor mana yang tumbuh dan sektor mana yang melambat, dan itu tidak ada hubungannya dengan alokasi kredit,” jelasnya.

Di sisi lain, kata Dian, faktor-faktor seperti kebijakan perdagangan dan kebijakan industri juga berperan besar dalam menentukan arah pengembangan industri tersebut. Tentu saja itu tugas pemerintah, ujarnya.

Berdasarkan Laporan Bloomberg League Table, hingga kuartal III 2024, kontrak binding master agreement (MLA) mencapai 30 proyek senilai $7,41 miliar atau Rp 115,49 triliun. 15.585 per dolar AS).  

Saat dihubungi terpisah, Direktur Utama BNI Roik Tumilaar mengakui, syarat pinjaman sindikasi saat ini tidak bagus. Namun dia optimistis pinjaman sindikasi tersebut akan bangkit kembali pada tahun depan. 

“Dulu pinjaman di bidang infrastruktur sangat besar, namun sekarang pinjamannya tidak begitu besar. “Jadi kami tidak memiliki terlalu banyak organisasi,” katanya kepada Business. 

Royke berharap penurunan suku bunga acuan akan memacu pertumbuhan pinjaman sindikasi. 

“Kami berharap suku bunga acuan sekarang turun, tapi likuiditas masih ketat,” kata Rojke. 

Sementara itu, BNI terus menyasar sektor-sektor tertentu untuk pinjaman sindikasinya, seperti sektor hilir, infrastruktur, dan transportasi.

Di sisi lain, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) mencatat hingga Juni 2024, BCA mengelola pinjaman sindikasi sebesar Rp47,6 triliun dan pinjaman sindikasi sebesar Rp12 triliun dengan penyertaan BCA. 

EVP Corporate Communications & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan penyaluran kredit aktif, termasuk penyaluran, kemungkinan tumbuh 5,05% secara tahunan (dibandingkan periode yang sama tahun lalu/YoY) pada semester I/2024 seiring dengan kondisi perekonomian nasional.  

“Didukung prospek pertumbuhan ekonomi yang positif dan ketatnya likuiditas, BCA optimis dapat menjaga tren penyaluran kredit yang baik dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian untuk menjaga kualitas kredit,” ujarnya dalam Bisnis, Jumat (10 November 2024).

Hera mengatakan, tujuan utama BCA adalah mendukung pembangunan infrastruktur di Indonesia dengan menyalurkan pinjaman sindikasi untuk proyek-proyek strategis nasional seperti infrastruktur jalan tol, konstruksi, ketenagalistrikan, dan proyek lainnya. 

Perusahaan juga berpartisipasi dalam pemberian pinjaman sindikasi dengan mempertimbangkan risk appetite, likuiditas dan posisi permodalan, serta memilih proyek-proyek yang berpotensi memperkuat bisnis inti BCA.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA