Bisnis.com, Jakarta – Badan Jasa Keuangan (OJK) melaporkan industri perbankan saat ini menghadapi tekanan likuiditas akibat tingginya suku bunga dasar.

Dana pihak ketiga (DPK) di perbankan tumbuh meski suku bunga tinggi, kata Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Regulator Perbankan OJK. Namun laju pertumbuhan DPK perbankan masih lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan kredit.

Tercatat pada Mei 2024, kredit tumbuh double digit sebesar 12,15% mencapai Rp 7376 triliun. Sedangkan DPK meningkat 8,63% year-on-year menjadi Rp 86.999 triliun. Artinya ada kesenjangan antara pertumbuhan kredit dan DPK.​

“Kesenjangan antara pertumbuhan kredit dan DPK menyebabkan bank harus menjual surat berharga dan mengurangi alat likuid. Hal ini juga berdampak pada tekanan likuiditas perbankan,” kata Diane dalam tanggapan tertulis, Senin (15 Juni 2024).

Ia menilai rasio likuiditas perbankan mengalami penurunan namun masih jauh lebih tinggi dari ambang batas dan di atas level sebelum pandemi.

Berdasarkan pengajuan OJK, rasio alat likuid/DPK per Mei 2024 mencapai 25,78%, turun dibandingkan Mei 2023 sebesar 27,52%. Lebih tinggi, lebih lama

Sebelumnya beliau menjabat sebagai Pimpinan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) Royke Tumilaar juga menilai ada tren suku bunga acuan tetap berada pada level tinggi atau lebih tinggi dalam jangka waktu lama.

The Fed sendiri tetap tidak berubah pada 5,5%, yang merupakan acuan atau suku bunga dana federal.

Situasi ini akan melemahkan nilai tukar rupee. Namun, meski nilai tukar rupiah terus melemah, investor asing terus masuk ke Indonesia.

Sedangkan tujuan investasi investor asing adalah Surat Berharga Bank Indonesia (SRBI). Di sisi lain, suku bunga dasar BI masih tetap tinggi, yaitu meningkat sebesar 25 basis poin (bps) pada April 2024. Suku bunga SRBI juga meningkat sebesar 65 bps.

Hal ini menarik masuknya modal asing atau Foreign Capital Inflow dan menstabilkan nilai tukar rupee. Namun dalam kasus ini, likuiditas rupiah terserap cukup besar, 70% di antaranya diserap melalui SRBI.

“Secara umum likuiditas sangat ketat,” kata Roick saat rapat di hadapan Komite DPR RI Nomor 6 belum lama ini.

Ketua dan Direktur PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) Nixon L.P. Napitupulu juga mengatakan likuiditas saat ini sangat mahal. Banyak bank yang menurunkan target bisnis karena prediksi likuiditas yang tinggi.​

“Kami terus mengurangi ekspansi kredit karena mahalnya biaya modal,” katanya dalam sidang di hadapan Komite Keenam Republik Demokratik Rakyat Korea. Kami tidak tahu kapan akan berkurang.”

Presiden dan Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan tren suku bunga dasar BI yang tinggi dapat mengurangi biaya mobilisasi modal perbankan. Bank juga terus berjuang untuk mempertahankan biaya pendanaan.

Situasi ini mengharuskan bank untuk juga memantau aktivitas kreditnya. Sementara itu, pertumbuhan kredit CIMB Niaga tetap positif sebesar 6% dari awal tahun hingga saat ini. Namun perbankan masih membatasi ekspansi kredit di banyak bidang.

“Kredit korporasi memang tidak mencapai target semula, namun masih terkendala oleh suku bunga yang relatif tinggi,” kata Raney kepada Binnis pekan lalu (10 Juli 2024).

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan Saluran WA