Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan perkembangan regulasi untuk menghilangkan tunggakan utang macet. Selanjutnya kebijakan ini akan diterapkan pada BUMN berupa bank dan lembaga keuangan non bank (LJK).
Direktur Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Dian Edina Rae mengatakan, kebijakan pembatalan penagihan telah dikembangkan dalam rancangan Peraturan Pemerintah yang rencananya akan diterapkan pada BUMN berupa bank dan LJK non bank.
Dalam pesannya, Minggu (8/11/2024), ia mengatakan, “Debitur yang sudah dibayar harus memenuhi kriteria tertentu agar tidak seluruh utang yang sudah dibayar bank tertagih.”
Sedangkan kredit yang telah dieliminasi adalah kredit yang telah dikeluarkan dari neraca bank (laporan posisi keuangan) dan telah dibentuk penyisihan kerugian penurunan nilai sebesar 100%, sehingga dibayar di muka.
Dalam RPP tersebut juga diatur bahwa operasi pemindahan tidak termasuk dalam kerugian negara.
Sebelumnya, kata Dian, wajar jika bank swasta membubarkan dan menghilangkan kredit macet bagi UKM. Namun menurut dia, yang menjadi permasalahan adalah ketika dana tersebut ditarik dari rekening bank negara atau bank pemerintah.
“Itulah masalahnya, Himbara (himpunan bank-bank negara) itu milik pemerintah, ada unsur uang rakyat yang dialokasikan, [misalnya] aset negara yang dialokasikan, [artinya] itu untuk negara. bank selalu menciptakan situasi sulit,” ujarnya usai Business Indonesia Midyear Challenges 2024, Senin (29/7/2024).
Oleh karena itu, maksud dari ketentuan ini adalah untuk menyikapi bank-bank BUMN atau bank-bank BUMN dalam melakukan penghapusan dan pembatalan kredit macet bagi UMKM.
Khusus bagi bank-bank negara karena pinjol ilegal bagi usaha kecil dan menengah bukan lagi merupakan kerugian keuangan negara, melainkan kerugian yang dapat digunakan dan diatur dengan undang-undang.
Situasi penulisan buku di Himbara
Seiring dengan diterbitkannya ketentuan pembatalan, beberapa bank mencatat adanya peningkatan penyelesaian kredit macet pada semester I/2024. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) hingga Juni 2024 telah mencatat penghapusan kredit macet sebesar Rp 10,8 triliun.
Jumlah tersebut meningkat sebesar Rp 10,4 triliun dibandingkan triwulan sebelumnya atau Maret 2024.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, menyikapi kredit macet khususnya di segmen UMKM, BRI juga berupaya untuk menghilangkannya.
“Di sinilah cadangan berbicara. Sekarang cadangannya dua kali lipat. Ada perhitungan untuk menghilangkannya,” kata Sunarso.
Selanjutnya PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mencatat kerugian kredit macet sebesar Rp 7,37 triliun pada Juni 2024, meningkat dari Rp 7,23 triliun pada Juni 2023.
Di sisi lain, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) belum melaporkan hasil keuangan semester I/2024. Namun berdasarkan laporan keuangan triwulan I 2024, BNI mencatatkan kerugian penurunan nilai sebesar Rp 3,92 triliun, meningkat dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 2,7 triliun.
Direktur Utama BNI Roik Tumilaar menekankan pentingnya persiapan menyeluruh dalam penerapan kebijakan utang atau pembatalan utang.
“Harus hati-hati. Nanti ada moral hazard. Tentu tidak mudah,” ujarnya belum lama ini.
Sementara itu, perseroan telah menyelesaikan likuidasinya sendiri agar tidak berdampak pada operasional bank pelat merah tersebut.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel