Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) melaporkan pembayaran bersih Indonesia (NPI) pada kuartal I-2024 mengalami defisit sebesar USD 6 miliar di tengah perlambatan ekonomi kekayaan global.
Direktur Center for Law and Economic Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, dengan penerapan NPI, pengawasan ekonomi harus ditingkatkan lagi pada kuartal I tahun ini karena merupakan solusi atas pelemahan rupee.
“Efek peningkatan neraca pembayaran bisa semakin melemahkan nilai mata uang.
Sebelumnya, pada pertengahan April lalu, rupiah mencapai titik terlemahnya dengan naik di atas Rp 16.200 per dolar AS.
Selain itu, tindakan NPI ini bisa menjadi indikasi Bank Indonesia mengurungkan niatnya untuk memangkas suku bunga acuan atau BI Rate.
“Tentunya dampak lainnya adalah pada kemampuan membayar utang perusahaan swasta yang berdampak pada kenaikan suku bunga pinjaman perorangan,” lanjutnya.
Sementara rupiah siang ini tercatat melemah di pasaran hingga merosot ke Rp 15.978 per dolar AS. Sedangkan rupiah melemah 0,14% atau 23 poin menjadi Rp15.978 per dolar AS. Indeks terlihat naik 0,03% ke 104,360.
Secara khusus, BI mencatat defisit transaksi berjalan sebesar US$ 2,2 miliar (0,6% PDB) yang disebabkan oleh penurunan kinerja sektor migas yang dipengaruhi oleh perekonomian global.
Saat ini, terdapat porsi dana dan aktivitas keuangan sebesar $2,3 miliar, yang disebabkan oleh arus keluar modal asing ke pasar kredit dalam negeri. Akibatnya, neraca pembayaran Indonesia pada kuartal I-2024 defisit sebesar $6 miliar.
Kepala Departemen Pendidikan BI Erwin Haryono mengatakan BI akan terus memantau dinamika perekonomian global berdasarkan kiprah NPI.
Pihaknya akan terus memperkuat respon kelompok politik yang didukung oleh sinergi politik dengan Pemerintah dan kekuatan terkait untuk memperkuat stabilitas sektor eksternal.
“NPI tahun 2024 diharapkan tetap terjaga dengan defisit transaksi berjalan sebesar 0,1% hingga 0,9% PDB,” ujarnya dalam keterangan resmi.
Simak berita dan artikel di Google News dan WA Channel