Bisnis.com, Jakarta – Guru, khususnya guru honorer, menjadi salah satu kelompok masyarakat yang paling sering terlilit utang melalui pinjaman online (pinjol) ilegal. Faktanya, menurut data Badan Jasa Keuangan (OJK), 42% masyarakat yang kedapatan melakukan pinjol ilegal adalah yang ditangkap oleh guru.

Kelompok lain yang lebih berpeluang menjadi korban pinjol ilegal adalah korban PHK (21%), ibu rumah tangga (17%), karyawan (9%), pedagang (4%), dan pelajar (3%). Sisanya terdiri dari salon rambut (2%) dan ojek online (1%).

Nairul Huda, Direktur Pusat Penelitian Ekonomi Digital dan Hukum Ekonomi (Serios), mengatakan guru merupakan salah satu kelompok masyarakat yang unbanked atau tidak memiliki layanan perbankan dan tidak dilayani oleh layanan keuangan/perbankan formal. Ini bukan kasusnya.

“Di sisi lain, gaji guru honorer sangat rendah sehingga kebutuhannya sangat besar. Akibatnya, mereka mempunyai peluang untuk meminjam dari anggota keluarga, rentenir, dan rentenir,” ujarnya. Kamis (Februari 2024).

Huda mengatakan, sebenarnya tidak ada masalah jika meminjam di platform resmi Pinjol atau fintech peer-to-peer (P2P) lending dibandingkan pinjaman ilegal, apalagi jika bisa melunasinya.

Namun permasalahannya adalah anggaran pemerintah untuk guru honorer masih minim sehingga gaji guru honorer relatif rendah.

“Ya, salah satu caranya (untuk lepas dari jebakan pinjol ilegal) adalah dengan meningkatkan pendapatan guru, termasuk guru honorer,” ujarnya. Jalan panjang menuju kesejahteraan guru

Memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknath) ke-65 hari ini, pemerintah juga menyoroti masih banyak masyarakat, khususnya guru, yang masih terlilit utang.

Pemerintah berupaya mempercepat perolehan kualifikasi guru agar masyarakat tidak lagi menjadi korban pinjol ilegal.

Wakil Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Abetnego Tarigan mengatakan dari 3 juta guru di Indonesia, hanya 44,9 persen atau 1,347 juta guru yang bersertifikat.

Artinya, masih ada lebih dari satu juta guru yang tidak mampu jika pendapatannya dihitung dari gaji berdasarkan kualifikasi dan tunjangan profesi, kata Abetnego.

“Agar guru dapat memperoleh penghasilan lebih dari kebutuhan hidup dasar dan jaminan sosialnya, maka diperlukan percepatan perolehan kualifikasi mengajar. Jangan ada lagi cerita guru yang terlilit utang, bahkan guru yang terseret utang. » kata Abetnego di Gedung Binagraha Jakarta, Kamis (2/5). /2024).

Pak Abetnego menyampaikan, KSP saat ini mendukung upaya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) yang sedang menyiapkan sistem baru untuk mempercepat sertifikasi guru.

Ia meyakini sistem baru ini akan membawa beberapa penyesuaian bagi guru dan mereka yang mempertimbangkan pelatihan profesi guru (PPG), khususnya dalam proses rekrutmen, pemagangan, dan seleksi.

Pak Abetnego mengatakan bahwa selama proses rekrutmen, pemerintah memperbarui data guru yang melayani (darjab) agar lebih akurat mencakup pelatihan guru dan pengalaman mengajar.

Sementara di sisi pembelajaran akan dilakukan penyesuaian terkait penerapan hybrid/blended, waktu tempuh dan kredit guru bersyarat.

“Penyesuaian juga dilakukan untuk memudahkan guru Darjab (praktik) agar lulus uji profisiensi yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai bagian dari proses penerimaan,” ujarnya.

Abetnego meyakini perubahan sistem PPG yang saat ini dibahas dalam rancangan peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan menjadi langkah maju untuk memecahkan kebuntuan pelaksanaan sertifikasi yang diwajibkan undang-undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005. Tentang guru dan dosen.

“Dengan sistem baru ini, KSP berharap dapat mencapai target minimal 800.000 guru bersertifikat pada tahun ini dengan tujuan meningkatkan mutu pendidikan,” tutupnya.

Temukan lebih banyak berita dan artikel di Google Berita dan WA Channel