Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) Indra Utoyo buka-bukaan soal beban yang dihadapi bank digital jika porsi nasabah aktifnya tidak optimal atau jumlah nasabah pasifnya terlalu banyak.

Ia mengatakan sebagai bank komersial digital, Allo Bank memiliki model bisnis yang sangat efisien di mana seluruh proses onboarding termasuk e-KYC, pembukaan rekening, dan pengajuan pinjaman dapat diselesaikan melalui aplikasi seluler.

“Biaya akuisisi per nasabah dan beban nasabah tidak aktif sangat rendah dibandingkan bank tradisional,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (16/08/2024).

Sekadar informasi, sejak Allo Bank diluncurkan pada 20 Mei 2022 hingga akhir Juli 2024, perseroan tercatat memiliki 10 juta nasabah.

Secara umum, dalam setahun terakhir, total transaksi di Allo Bank meningkat hampir 3 kali lipat, terutama pada fungsi inti aplikasi seperti QRIS, transfer, top-up dan billing. 

“Pada saat yang sama, produk pinjaman digital PayLater dan InstantCash tumbuh 6 kali lipat dibandingkan tahun lalu,” kata Indra.

Pertumbuhan ini sejalan dengan proposisi nilai yang dibangun, dimana perusahaan memberikan kebebasan kepada nasabah untuk melakukan transfer antar bank secara gratis dan kompetitif agar nasabah dapat menabung dan bertransaksi di Allo Bank. Tarif fleksibel sesuai keinginan pelanggan.

Ke depan, kata Indra, pihaknya akan berupaya berkolaborasi dengan berbagai mitra strategis dengan menerapkan model perbankan terbuka agar nasabah lebih aktif di Allo Bank, meningkatkan dan meningkatkan nilai layanan keuangan yang diberikan. Melalui bank jika ada rute. “Khususnya untuk sektor yang dekat dengan kehidupan nasabah,” ujarnya.

Andy Dziwandono, Head of Sustainability and Digital Lending Bank Jago, sebelumnya mengatakan beban berkurangnya nasabah aktif di bank digital bervariasi dari satu bank ke bank lainnya. Menurut dia, setiap bank memiliki struktur biaya dan infrastruktur yang berbeda.  

“Itu tergantung banknya karena banyak faktor yang melatarbelakanginya. Misalnya bebannya, untuk apa? Karena bisa jadi biaya pelayanannya kan? Jadi menurut saya tiap bank berbeda-beda,” ujarnya, Rabu (14). /08/2024).

Andy menunjukkan bahwa bank berbasis teknologi memiliki keunggulan skalabilitas dibandingkan bank tradisional karena teknologi modern memungkinkan pertumbuhan ditangani dengan lebih fleksibel dan efisien. 

“Jadi menurut saya mungkin berbeda karena kami [Bank Jago] punya struktur aktivasi sistem yang berbeda dengan bank lain. Saya tidak bisa bilang pasti [itu menjadi beban] bagi semua orang,” ujarnya.

Bank Jago sendiri mendefinisikan nasabah aktif sebagai pengguna dalam ekosistem mitra integrasi Jago. 

“Mungkin [pelanggan] tidak selalu menyadari bahwa mereka sebenarnya menggunakan Jago, bukan? Misalnya saja banyak orang yang menggunakan tabungan GoPay. “Bukan buka aplikasi Jago, tapi mau tidak mau, sebenarnya kamu pakai Jago,” kata Andy.

Sementara pada Juli 2024, pembiayaan pelanggan melalui aplikasi Jago akan mencapai lebih dari 10 juta. Jika dilihat dari nasabah kredit, total nasabah Bank Jago mencapai 12,5 juta. 

Andy menjelaskan, partner seperti ekosistem GoTo dan platform reksa dana online Bibit yang terintegrasi dengan aplikasi Jago telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan bisnis Bank Jago selama ini. Hal ini antara lain terlihat dari jumlah pelanggan yang mendanai aplikasi Jago, 66% di antaranya berasal dari mitra ekosistem.

Lihat berita dan cerita lainnya di Google Berita dan Saluran WA