Bisnis.com, JAKARTA – Koordinator P2P lending Modalku menilai bisnis fintech P2P lending masih memiliki potensi besar untuk dikembangkan, khususnya di sektor manufaktur.

Arthur Adisusanto, Country Director Modalku Indonesia, mengatakan potensi pertumbuhan tersebut didorong oleh adopsi teknologi dan kebutuhan akan pembiayaan alternatif, terutama bagi UMKM yang underbanked.

Berdasarkan kajian AFPI dan EY Parthenon 2023, financing gap diperkirakan mencapai Rp 2.400 triliun pada tahun 2026. Hal ini menunjukkan permintaan jasa keuangan di sektor ini masih sangat tinggi, kata Arthur kepada Bisnis.com, Senin (11 ). ) . /November 2024).

Menyambut peluang ini, Arthur mengatakan strategi Modalku adalah terus berkembang dalam menyediakan layanan dan produk yang disesuaikan dengan spesifikasi UMKM.  Di sisi lain, Modalku juga tetap selektif dalam menyalurkan dana kepada usaha kecil dan menengah yang memiliki potensi pertumbuhan positif.

“Sektor UMKM yang saat ini menjadi fokus Modalku antara lain perdagangan besar dan eceran, manufaktur dan daur ulang, pemasok peralatan kesehatan, jasa akomodasi dan makanan, serta industri hiburan,” kata Arthur.

Selain itu, Modalku juga memperluas jangkauannya kepada pengusaha proyek pemerintah melalui produk Project Capital. Arthur menjelaskan, produk tersebut memberikan pembiayaan tanpa jaminan kepada penjual korporasi atau katalog dan layanan pembelian elektronik (LPSE).

Di sisi lain, Arthur menjelaskan salah satu tantangannya adalah kesenjangan pemahaman dan kemampuan masyarakat dalam menggunakan layanan keuangan digital. Arthur menilai meski menawarkan kemudahan akses dan fleksibilitas, masih banyak masyarakat yang salah paham mengenai fintech lending.

“Istilah pinjaman online seringkali dikaitkan dengan stigma negatif sehingga menghambat adopsi layanan ini,” kata Arthur.

Untuk mengatasi permasalahan literasi tersebut, Arthur mengatakan Modalku bersama P2P lending lainnya aktif melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Selain itu, dukungan regulasi juga memegang peranan penting, menurut Arthur.

“Dukungan regulasi OJK juga memperkuat landasan yang kokoh bagi perkembangan industri fintech lending. Namun tantangan seperti risiko kredit tetap perlu diantisipasi dan harus dikembangkan strategi yang efektif untuk menghadapinya agar pertumbuhan industri ini tetap sehat .” “Dia menyimpulkan.

Simak berita dan artikel lainnya dari Google News dan WA Channel.