Bisnis.com, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang insentif bagi kendaraan yang menggunakan bioetanol dengan bahan bakar nabati (BBN).

Namun, Enya Listiani Devi, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, mengatakan hingga saat ini belum ada pembahasan konkrit mengenai insentif kendaraan bioetanol. 

Peluang tersebut masih ada, katanya, karena seluruh pelaku usaha yang berkomitmen terhadap mitigasi iklim atau pengurangan emisi diberi insentif melalui nilai ekonomi karbon.

“Nah, skenario ini bisa konstruktif ya. “Untuk bisa memberikan insentif serupa nantinya, kemana pun mau pergi, itu tergantung dana [APBN],” kata Enya di sela-sela konferensi Green Initiative di Jakarta, Selasa (24/09/2024).

Ia juga menegaskan, jika produsen kendaraan bioetanol ingin mendapat insentif, mereka harus berkomitmen membangun ekosistem dari atas ke bawah, serta menarik investasi, seperti kendaraan listrik baterai.

Misalnya saja produsen mobil asal Korea Selatan, Hyundai, yang membangun fasilitas pengemasan baterai yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat. PT Hyundai Energy Indonesia, pengelola pabrik pengemasan, telah berinvestasi sebesar US$60 juta atau sekitar Rp 900 miliar.

Tak hanya Hyundai, ada juga PT Indonesia BTR New Energy Material selaku produsen anoda baterai kendaraan listrik di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kendal, Jawa Tengah. Pabrik baterai tersebut diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 7 Agustus 2024.

PT Indonesia BTR New Energy Material merupakan anak perusahaan BTR New Material Group asal China yang merupakan salah satu produsen komponen anoda terkemuka di dunia. Investasi perusahaan ini di Indonesia dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama sebesar 478 juta dolar dan tahap kedua sebesar 299 juta dolar.

“Kalau ekosistem ini lahir, bisa didorong. Karena ada kompensasinya, investasi masuk kan? Makanya kita tekankan punya ekosistem, ujarnya.

Sejauh ini Pertamax Green 95, campuran bioetanol 5%, dijual di 75 SPBU di Jakarta dan Surabaya. Penerapan penggunaan campuran bioetanol 5% dalam bensin, yang dikenal sebagai E5, akan meningkat secara bertahap hingga 10% pada tahun 2029.

Namun kemajuan pengembangan bioetanol relatif lambat karena menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2015, Indonesia harus menggunakan campuran etanol 20% pada tahun 2025. 

Oleh karena itu, kata dia, diperlukan kebijakan untuk mengakselerasi industri bioetanol. Sebab, dari 13 industri bioetanol yang ada, hanya dua yang memenuhi kriteria klasifikasi bahan bakar dan sisanya klasifikasi pangan.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel