Bisnis.com, JAKARTA – Tak hanya di cabang, kini proses pengurangan jumlah ATM fisik terus dilakukan di banyak pelaku perbankan hingga kuartal I 2024. Hal ini terjadi seiring dengan pesatnya digitalisasi. 

Tren industri tersebut tergambar dari data pengawasan perbankan Indonesia yang dirilis Badan Jasa Keuangan (OJK) pada kuartal III tahun 2023, jumlah ATM, CDM, dan CRM di Indonesia mencapai 98.899 unit.

Kini, menurut laporan yang sama pada data terakhir, yakni pada triwulan IV tahun 2023, jumlah ATM, CDM, dan CRM tercatat sebanyak 91.412 unit, artinya turun 1.417 unit dibandingkan triwulan sebelumnya. 

Bahkan, sepanjang tahun ini jumlah tersebut mengalami penurunan menjadi 2.604 unit dibandingkan jumlah ATM bank, CDM, dan CRM pada waktu yang sama tahun lalu, yakni pada kuartal keempat tahun 2022, ia memiliki 94,016 saham. 

Ekonom Poltak Hotradero mengatakan keberadaan ATM seringkali menjadi beban bagi perbankan dan turut meningkatkan rasio pendapatan operasional dan pendapatan operasional (BOPO). Semakin tinggi rasio BOPO berarti bank tersebut semakin tidak efisien dalam operasionalnya. 

“Iya, penurunan jumlah ATM sudah terjadi di seluruh dunia [karena biaya pemeliharaan, asuransi, dan sewa mahal]. Misalnya di China, jumlah ATM berkurang 150.000 hingga 200.000 per tahun. Ke depan, pembayaran digital akan terjadi. akan semakin populer,” ujarnya kepada Bisnis.com baru-baru ini.

Ia juga mengatakan bahwa perubahan ke mata uang digital akan mengurangi penggunaan uang, yang didukung oleh bank-bank besar di seluruh dunia. “Karena mencari uang itu mahal,” tambahnya. 

Poltak juga mengatakan, dengan semakin maraknya transaksi menggunakan QRIS di masyarakat, hal ini akan berdampak pada penggunaan ATM yang semakin tidak diperlukan lagi.

Namun dia tidak melupakan fakta bahwa banyak bank di Indonesia mengalami peningkatan jumlah ATM karena permintaannya. Namun, jika hal ini tidak diperlukan, bank sering kali memutuskan untuk mengurangi jumlah ATM yang tersedia.

Situasi di bank 

Sedangkan untuk pemainnya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) pada triwulan I 2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu, mencatat penurunan jumlah ATM secara tahunan sebanyak 131 unit menjadi 12.910 unit atau 13.041 unit. Sedangkan mulai Maret 2024 EDC akan memiliki 251 unit per tahun 261 unit.

Kemudian PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) juga mengalami penurunan signifikan pada 1.600 jaringan ATM-nya, dari 16.852 unit pada Q1 2023 menjadi 12.250 unit pada Q1 2024. 

Namun aktivitas melalui EDC dan CRM BRI meningkat seiring dengan meningkatnya perkembangan bisnis, EDC BRI masuk sebanyak 687.789 unit dari 249.209 unit dan CRM sebanyak 9.007 dari 8.007.

Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) juga mengalami penurunan transaksi ATM sebesar 3,6% year-on-year menjadi 279 juta transaksi pada kuartal pertama tahun 2024. Sementara volume transaksi ATM mencapai Rp 142 triliun hingga Maret 2024, turun 7,9% year-on-year. Menariknya, ATM di BNI mencapai 13.405 unit, lebih banyak 13 unit dari 13.392 unit.

Tak hanya KBMI IV, salah satu pemain dari grup KBMI III adalah PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) juga mengalami penurunan ATM termasuk CRM dan MDM dari Q1/2024 menjadi 3.844 unit, turun 222 unit dari 4.066 unit.

Direktur Consumer Banking CIMB Niaga Noviady Wahyudi mengatakan Covid-19 menjadi salah satu pendorong revolusi digital. 

“Covid-19 memaksa kita semua untuk go digital saat itu,” ujarnya kepada Bisnis dalam agenda Halalbihalal, dilansir Senin (27/05/2024). 

Ia juga mengatakan, penggunaan QRIS oleh BI untuk mata uang kecil juga menyebabkan penurunan permintaan uang tunai, yang pada gilirannya menyebabkan berkurangnya aktivitas transaksi di ATM.

“Wajar jika di semua negara maju penggunaan uangnya terbatas, sehingga ATM hanya digunakan pada saat darurat saja,” ujarnya. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA