Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani mengklaim tak kurang dari 53 perusahaan memindahkan pabriknya ke Indonesia akibat perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Rosan menjelaskan, kondisi geopolitik seperti perang dagang AS-China dan konflik di Timur Tengah berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Kendati demikian, lanjutnya, pemerintah juga dapat mengambil manfaat dari kondisi geopolitik tersebut.

Ia mencontohkan, perang dagang antara AS dan China menyebabkan banyak perusahaan memindahkan pabriknya dari Negeri Panda. Rosan pun mengakui Indonesia mendapat manfaat dari kondisi tersebut.

“Yang masuk ke Indonesia sudah lebih dari 53 perusahaan. Tapi kita ingin lebih aktif agar ada yang pindah ke Indonesia,” ujarnya dalam acara BNI Investor Daily Summit 2024 di JCC, Jakarta Pusat, Rabu (9/10/2024).

Namun mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) ini tidak membeberkan nama 53 perusahaan yang memindahkan pabriknya ke Indonesia.

Rosan hanya menegaskan, Indonesia tidak boleh gegabah. Pasalnya, Indonesia harus bersaing dengan negara tetangga di kawasan Asia Tenggara.

“Asean selalu menjadi pilihan utama [tujuan relokasi pabrik], tapi kita harus lebih aktif karena semakin banyak orang yang datang ke negara tetangga kita seperti Vietnam, Malaysia, Thailand, jadi kita harus lebih aktif lagi,” kata Rose. .

Sebelumnya, riset Jones Lang LaSalle (JLL) memproyeksikan pada dekade mendatang akan terjadi percepatan rantai pasok global dengan menyasar Asia Tenggara dan India sebagai lokasi produksi. 

Hal ini didorong oleh perusahaan manufaktur yang mencari lokasi dan opsi pembiayaan yang lebih baik untuk memanfaatkan volatilitas rantai pasokan. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah perusahaan China mulai menjajaki relokasi produksi. 

Penambahan basis produksi di luar China dinilai penting untuk menghindari terganggunya rantai pasok dengan mengurangi ketergantungan pada satu negara.

Country manager sekaligus head of logistic and industrials, JLL Indonesia, Farazia Basarah mengatakan tingginya permintaan lahan industri ditambah kenaikan upah dan biaya bahan baku juga membuat harga tanah di China semakin mahal. 

“Hal ini menjadikan Indonesia sebagai alternatif yang lebih hemat biaya,” jelasnya dalam siaran pers, Rabu (5/6/2024). 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel