Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah tengah menyiapkan peraturan pemerintah (PP) yang mengatur program asuransi pensiun tambahan wajib. Ketentuan ini tertuang dalam Undang-Undang tentang Pembangunan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Pemerintah selanjutnya akan menyelaraskan dana pensiun wajib dengan dana pensiun sukarela pada skema Jaminan Pensiun (JP) BPJS Ketenagakerjaan dan Jaminan Hari Tua (JHT). Tujuannya agar dana pensiun mencapai tingkat penggantian atau tingkat pengembalian sebesar 40% pada saat pensiun; Namun, perhitungan Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) saat ini masih di bawah 10%.
Nailul Huda, Direktur Pusat Penelitian Ekonomi dan Hukum Ekonomi Digital (Celios), mengatakan tingkat pengembalian sebesar 40% ini dapat menjamin kehidupan yang baik bagi para pensiunan sekaligus tidak menjadi beban bagi para pensiunan. ‘ anak-anak.
“Replacement rate yang lebih tinggi juga mengurangi beban anak-anak yang harus menghidupi orang tuanya ketika pensiun dan bukan generasi sandwich,” kata Huda kepada Bisnis, Rabu (18 September 2024).
Huda memperkirakan pencapaian angka 40% tersebut dapat dicapai dengan meningkatkan iuran peserta dana pensiun pada program wajib secara berkala. Selain itu, dana pensiun juga dapat ditempatkan pada portofolio investasi yang menguntungkan dan aman.
Selain itu, program wajib juga bisa memberikan nafas baru pada situasi sektor dana pensiun sukarela yang menurutnya saat ini kurang menarik. Sebab, menurutnya, dengan adanya program dana pensiun wajib, perlu adanya sinergi antara pengelola dana pensiun wajib dan sukarela.
Sekaligus, ia berharap pendapatan pekerja akan meningkat meski telah menjalani program pensiun wajib sebagai masukan kepada pemerintah. “Dari 1,5 persen menjadi angka inflasi minimal sekitar 3 persen. Salah satunya bisa ditingkatkan dengan kenaikan besaran inflasi di UMP ditambah pertumbuhan ekonomi atau kenaikan tahunan sekitar 8 persen. Jadi kalau ada kenaikan yang wajar dalam hal gaji, menurutku akan begitu.” Ini adalah pertanyaan tentang dana pensiun. “Tidak akan sesibuk itu,” jelasnya.
Sebaliknya, Bhima Yudhistira, CEO Celios, menilai skema Dana Pensiun Wajib ini, jika diterapkan dalam waktu dekat, tidak tepat waktu karena akan menjadi beban baru bagi pekerja dan pengusaha yang sama-sama menanggung iuran. Ia menyarankan, pemerintah sebaiknya mengoptimalkan saja program JHT dan JP ke dalam BPJS Ketenagakerjaan yang sudah ada.
“Efek dari penerapannya adalah berkurangnya pendapatan yang dapat dibelanjakan atau pendapatan yang tersedia untuk dikonsumsi oleh pekerja. Dengan demikian, peningkatan iuran dapat menurunkan permintaan agregat terhadap pembelian barang-barang selain makanan, terutama elektronik, mobil, perumahan misalnya,” Bhima dikatakan.
Sementara Bhima, dalam situasi saat ini, pendapatan pekerja yang siap dibelanjakan menurun akibat sejumlah pajak. Oleh karena itu, menurutnya, peluncuran program dana pensiun wajib ini bukanlah hal yang tepat.
Kritik lainnya, kata Bhima, saat ini 30% portofolio investasi dana pensiun berada pada surat berharga negara (SBN). Ia khawatir uang yang diparkir lebih banyak dibandingkan peredaran uang yang dikeluarkan buruh.
“Jadi dampaknya tidak akan terlalu baik. Ada kekhawatiran akan menimbulkan crowding-out effect karena pemerintah akan menyerap dana masyarakat dalam jumlah besar sehingga uang yang disimpan di deposito akan terbatas dan dialihkan kembali ke kredit. juga akan terpengaruh, yang akan menyebabkan pensiun wajib.” Tidak maksimal kalau masuk ke dana mereka,” kata Bhima.
Alasan lain mengapa Bhima menilai program pensiun wajib tidak layak dilaksanakan dalam waktu dekat adalah pemberi kerja karena kondisi kerja yang sulit saat ini.
“PMI Manufaktur berada pada level sub ekspansi sehingga wajib dana pensiun jika ada beban baru yang diterima pelaku usaha akan memberikan tekanan kepada pelaku usaha. Hal ini juga akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja, khususnya di sektor formal,” kata Bhima.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA