JAKARTA Bisnis.com — Pemerintah bersiap mengkaji Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Penjaminan Pengangguran atau yang dikenal dengan Tunjangan Pengangguran. Dalam tinjauan lebih lanjut, pemerintah berencana meningkatkan manfaat Program Jaminan Pengangguran (JKP) BPJS hingga membayar 45% dari gaji terakhir hingga Rp5 juta dalam enam bulan.

Selain peningkatan manfaat, kriteria penerima JKP juga diperluas menjadi pekerja kontrak waktu tetap (PWKT), dan alokasi biaya pelatihan kepada penerima manfaat ditingkatkan menjadi Rp 24 juta dari sebelumnya Rp 1 juta.

Semakin besar nilai manfaat Anda, maka besaran asuransi yang harus dibayar oleh BPJS Ketenagakerjaan juga semakin besar. Berdasarkan catatan Bisnis, dana yang dikelola program JKP hingga 31 Juli 2024 berjumlah Rp 13,43 triliun. Pada Juli 2024, BPJS Ketenagakerjaan membayar manfaat kepada JKP sebanyak 32.931 klaim. Jumlah ini meningkat 8,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Total uang asuransi yang dibayarkan BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp 237,04 miliar.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai Dana Jaminan Sosial (DJS) JKP masih cukup besar dibandingkan rasio klaimnya yang masih kecil yakni berkisar 10%. Namun, ia mengakui bahwa tren peningkatan PHK dapat mengakibatkan BPJS Ketenagakerjaan harus membayar lebih banyak manfaat JKP, namun hal ini tidak akan melemahkan ketahanan Dana JKP.

“Karena tren PHK yang meningkat, tingkat kerugian diperkirakan akan meningkat hingga mencapai 20%. Dengan tingkat kerugian tersebut, dana JKP masih sangat aman dari segi kekuatan finansial,” kata Timboel kepada Bisnis, Rabu (18 September 2024). ). . ).

Pada tahun 2023, pendapatan DJS JKP mencapai 3,35 triliun rupiah, terdiri dari pendapatan dana tambahan sebesar 1,41 triliun rupiah, pendapatan iuran pemerintah pusat sebesar 1,3 triliun rupiah, pendapatan investasi sebesar 630 miliar rupiah, dan pendapatan lain-lain sebesar 134 juta rupiah.

Di sisi lain, dari sisi beban, beban program JKP pada tahun 2023 tercatat sebesar 582 miliar rupiah yang meliputi biaya penjaminan sebesar 367,2 miliar rupiah, biaya penyiapan teknis program sebesar 100,82 miliar rupiah, biaya investasi sebesar 114,15 miliar rupiah, dan lainnya sebesar 24 juta rupiah. .Itu adalah Rupiah. . Sebab, DJS JKP masih surplus Rp 2,76 triliun pada 2023.

Sedangkan total kekayaan bersih DJS JKP pada tahun 2023 sebesar Rp 13,18 triliun, meningkat 26,58% year-on-year dibandingkan Rp 10,41 triliun pada tahun 2022.

Sebagai referensi, iuran JKP menurut PP 37/2021 sebesar 0,46% dari total gaji bulanan seorang pekerja. Dari jumlah tersebut, 0,22% ditanggung oleh pemerintah. Sisanya sebesar 0,14% berasal dari restrukturisasi iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan 0,10% dari restrukturisasi iuran Program Jaminan Kematian (JKM).

Melihat kondisi perekonomian tersebut, Timboel menilai tidak perlu menambah proporsi iuran JKP yang dipotong gaji pekerja. “Secara persentase iuran JKP memang belum mengalami kenaikan, namun secara nominal akan meningkat karena adanya kenaikan upah minimum setiap tahunnya,” kata Timboel.

Memang Pak Timboel mengusulkan untuk menghentikan sementara rekonstitusi iuran JKM pada program JKP 0,10%, tergantung ketahanan dana yang dikelola di JKP. Menurut dia, selain mempertimbangkan faktor ketahanan dana JKP, hal ini penting untuk menjaga ketahanan dana JKM yang semakin menurun.

Namun Pak Timboel tidak bisa menjamin keberlangsungan Dana JKP dalam jangka panjang. Beberapa indikatornya antara lain adanya tren peningkatan PHK, dengan jumlah PHK mencapai 42.863 pada Juli 2024, meningkat 1,186% dari 3.332 PHK pada Januari 2024. Sebanyak 144.399 pekerja terkena PHK pada Januari hingga Juli 2024.

Selain itu, rasio kesehatan keuangan JKP turun drastis menjadi 431 bulan pada tahun 2023 dibandingkan 2.807 bulan pada tahun 2022. Oleh karena itu, menurutnya iuran jaminan sosial perlu ditinjau secara berkala untuk memastikan ketahanan dana JKP dalam jangka panjang. Manfaat akan meningkat.

“Oleh karena itu, kontribusi masih perlu ditingkatkan. Adapun kapan, secara aktuaria akan dihitung sedemikian rupa sehingga tingkat klaim akan lebih rendah dan kekuatan pendanaan akan lebih kuat. Tingkat klaim masih perlu ditingkatkan. karena dana JKP masih kecil. Masih besar, sekitar Rp12 triliun, tapi tidak menutup kemungkinan ada peningkatan keuntungan, kata Timboel.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel