Bisnis.com, JAKARTA – Pasar saham diperkirakan menguat jika bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (Fed), memangkas suku bunga pada September mendatang.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, pasar saham akhir-akhir ini mengalami tekanan akibat permasalahan perekonomian yang dihadapi China. Hal ini terlihat dari angka impor dan ekspor Negeri Panda yang berada di bawah ekspektasi.
“Ini menandakan Tiongkok sedang mengalami perlambatan ekonomi yang signifikan. Di sisi lain, China adalah importir banyak produk terbesar di dunia, sehingga harga juga diturunkan, jelas Ibrahim saat dihubungi, Jumat (13/9/2024).
Ibrahim mengatakan penurunan suku bunga The Fed pada bulan ini yang diperkirakan sebesar 25 basis poin akan menghidupkan kembali pasar saham. Sebab, pemotongan suku bunga akan berdampak pada pelemahan nilai dolar AS.
Ia menambahkan, bank sentral lain di dunia juga telah menurunkan suku bunganya, seperti Bank of England dan baru-baru ini Bank Sentral Eropa (ECB).
Arah positif pasar saham pasca penurunan suku bunga The Fed juga didukung oleh upaya Tiongkok dalam menstimulasi perekonomiannya. Ibrahim mengatakan, saat ini pemerintah China sedang memberikan insentif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Harga pasar juga akan didukung oleh faktor cuaca karena banyak daerah akan memasuki musim dingin yang tinggi pada bulan November-Februari. Menurut Ibrahim, hal ini juga akan meningkatkan permintaan dan harga banyak komoditas seperti batu bara dan minyak.
Ibrahim mengatakan salah satu komoditas yang akan terkena dampak positif penurunan suku bunga The Fed adalah emas. Ibrahim mengatakan, setelah mencapai rekor tertinggi atau all-time high, harga emas masih memiliki momentum yang cukup untuk reli.
“Setelah menembus US$2.550, harga emas diperkirakan akan mencapai US$2.600 per troy ounce dengan adanya pemotongan suku bunga oleh The Fed,” kata Ibrahim.
Komoditas lain yang mendapat keuntungan dari penurunan suku bunga The Fed adalah batu bara. Ibrahim mengatakan kombinasi kebijakan The Fed dan sentimen musim dingin dapat mendorong harga batu bara baru mencapai $150 per ton.
Apalagi, harga nikel diperkirakan mendapat jeda dari kebijakan The Fed. Ibrahim memperkirakan harga nikel juga akan menguat hingga kisaran $19.000 per metrik ton.
Lanjutnya, harga minyak juga diperkirakan akan menguat pasca penurunan suku bunga yang dilakukan The Fed. Ibrahim juga berharap harga minyak masih bisa mencapai kisaran US$80 hingga US$85 per barel seiring dengan potensi peningkatan permintaan dan upaya Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk memangkas produksi.
“Harga minyak juga akan berfluktuasi karena sentimen The Fed hanya bersifat sementara. “Secara global, harga minyak lebih dipengaruhi oleh permintaan dan pasokan,” jelas Ibrahim.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel