Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) angkat bicara soal kronologis perubahan aturan impor dan alasan unjuk rasa pelabuhan pertengahan Mei lalu yang mengubah Presiden Joko Widodo. (Jokowi) Marah.

Kisah Zulhas usai diperiksa Komisi VI DPR RI terkait kontradiksi aturan impor itu ia sampaikan saat rapat kerja di Majelis Komplek hari ini, Kamis (13/06/2024).

Ia mengatakan, prinsip semangat pembatasan impor diterapkan melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 untuk melindungi industri dan produk dalam negeri. Namun penerapannya banyak menimbulkan kendala dan protes dari pekerja migran dan masyarakat akibat penumpukan barang bawaan sehingga aturan tersebut diubah menjadi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2024.

“Jangan salah, saya termasuk orang yang tidak suka impor. Tapi yang jelas niat baik saja tidak cukup, sudah berubah lagi,” kata Zulhas, Kamis (13/06/2024).

Zulhas kemudian menambahkan, aturan impor tersebut juga didasarkan pada permintaan Kementerian Perindustrian untuk membatasi impor melalui pertimbangan teknis (pertek). 

“Kemenperin tadi bilang harus ada pertek untuk membatasi dan mengendalikan [impor], oke saya setuju. Pertek lahir, saya rasa saya senang melindungi UMKM,” ujarnya.

Namun puncak kontroversi regulasi impor terjadi saat Zulhas menghadiri KTT APEC di Peru. Menurut dia, Menteri Koordinator Perekonomian saat itu, Airlangga Hartarto, menelepon terkait adanya pembuangan puluhan ribu kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak.

“Saya tadi di pertemuan [APEC], Menko [Airlangga] telpon saya. Ada rombongan barang di Priok, pesanannya belum keluar. Presiden marah suruh ganti Mendag. Sebagai menteri, jadi saya siap.

Padahal, menurutnya, permintaan perubahan Permendag 7/2024 sangat mendesak. Dengan ketidakhadiran Zulhas, rapat kabinet yang dihadiri Menteri Koordinator Airlangga dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Presiden sepakat untuk mencabut ketentuan teknis dengan mengubah Permendag Nomor 7 Tahun 2024 menjadi Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Bahkan, Zulhas mengungkapkan, Airlangga selaku Menteri Koordinator lebih dulu menawarkan diri mewakili Zulhas dalam penandatanganan revisi Menteri Perdagangan tersebut.

“Saya bilang saya Mendag yang klik peraturan Mendag. Kirim secara digital [untuk penandatanganan RUU perubahan ketentuan Mendag] Ya sudah saya tandatangani, jadi itu menjadi ketentuan Menteri Perdagangan. Nomor 8 Tahun 2024”.

Merujuk pada kontroversi aturan impor, Zulhas menegaskan kerja sama dan kehati-hatian antar kementerian/lembaga penting dalam implementasi kebijakan. Sebab, menurut Zulhas, kontroversi penumpukan peti kemas tidak boleh terjadi jika regulasi teknisnya bisa cepat disiapkan di kementerian terkait.

“Kami tidak mengantisipasi dampak dari 20.000 kontainer beku tersebut, jadi saya sampaikan kepada teman-teman saya, kalau niatnya baik, sebaiknya kita terima secepatnya,” imbuhnya.

Seperti diberitakan Bisnis.com sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang dipimpin Agus Gumiwang Kartasasmita pada Selasa (21/5/2024) mempertanyakan isi 26.000 kontainer yang dirakit di Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan pelabuhan. Belawan dari Undang-Undang Larangan dan Pembatasan (lartas) mulai 10 Maret 2024.  

Antoni Arief, Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri, membantah pengumpulan peti kemas tersebut disebabkan lambatnya pelepasan teknologi pertek yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian sehingga mengganggu rantai pasok industri Tanah Air.  

“Apa yang ada di dalam kontainer itu? Saya bilang, kita masih belum tahu. Apakah itu bahan mentah atau produk samping? Produk jadi? Yang lebih tahu adalah teman-teman di Departemen Umum Bea dan Cukai,” kata Febri. Dalam jumpa pers, Senin (20/5/2024).

Februari juga meminta bukti bahwa isi tara yang ditumpuk itu adalah bahan mentah/raw material, bantuan industri, atau barang jadi. Sebab, tujuan utama angkutan impor adalah untuk melindungi industri lokal dari membanjirnya barang impor ke pasar dalam negeri. 

Kami menolak karena tidak ada industri yang melapor atau mengadu kepada kami sejak berlakunya peraturan ini, mereka kesulitan dengan bahannya. Semula sepertinya berjalan lancar, artinya bahan baku yang mereka impor selama ini tidak ada segumpal di pelabuhan, ada baiknya menanyakan bea cukai dan pajak yang menumpuk di pelabuhan itu.”

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel