Bisnis.com, Jakarta – Kabar akuisisi dan merger (M&A) terus memanas di industri perbankan pada Semester I/2024. Belakangan ini, PT Bank Nationalnobu Tbk. (NOBU) atau Bank Nobu milik James Reidy telah menandatangani perjanjian jual beli (SPA) dengan perusahaan asuransi asal Korea Selatan Hanwha Life pada 3 Mei 2024. Hanwha Life akan mengakuisisi 40% saham Bank Nobu dari Lippo Group.
Menurut laporan dari Korea, Hanwha Life akan mengakuisisi Nobu Bank dengan tujuan berkembang menjadi lembaga keuangan terkemuka di dunia. Hanwha Life akan memperluas sinergi dengan menggabungkan kemampuan digital Hanwha dengan keahlian manajemen Lipo Group di industri perbankan.
Sebelumnya, PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP) alias OCBC Indonesia telah menyelesaikan akuisisi PT Bank Commonwealth (PTBC). Dengan demikian, 100% saham PTBC dimiliki sepenuhnya oleh OCBC mulai 1 Mei 2024.
PT Bank BTPN Tbk. (BTPN) juga pernah mengakuisisi dua perusahaan leasing, yakni PT Oto Multiartha (OTO) dan PT Summit Oto Finance (SOF). Melalui akuisisi ini, Bank BTPN akan menambah asetnya.
Dosen senior Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Noordin mengatakan kemungkinan konsolidasi dan pencarian kerja sama akan terus berlanjut pada tahun ini. Ada banyak motivasi untuk kombinasi ini.
Misalnya saja merger dan akuisisi yang didorong oleh selesainya investasi inti Departemen Pembangunan Daerah (BPD) sebesar Rp3 triliun pada akhir tahun 2024. Tentang Jasa Keuangan (OJK) UU No. 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank, BPD memberikan batas waktu hingga akhir tahun 2024 untuk memenuhi modal minimum Rp3 triliun.
“Jadi minimal ada [kerja sama operasional] dari BPD besar ke BPD kecil,” kata Amin kepada Bisnis, Selasa (7/5/2024).
Penilaian ini dilakukan BPD pada awal tahun ini. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR), misalnya, menjadi regulator PT Bank Pembangunan Daerah Bengkulu (Bank Bengkulu) sebagai bagian dari strategi memenuhi kebutuhan modal minimum.
Selain itu, menurut dia, OJK akan mendukung konsolidasi perbankan. “Sepertinya permodalan akan bertambah sehingga bank menjadi lebih kecil dan efisien. Keputusan akan terus berlanjut,” kata Amin.
Begitu pula dengan Rekening Bank Rakyat (BPR), dimana OJK terus mendorong pengurangan jumlah BPR. Tujuannya agar BPR dapat bekerja lebih baik. Oleh karena itu BPR yang dijalankan hanyalah BPR yang baik. OJK menargetkan hanya sekitar 1.000 yang bisa melayani nasabah di seluruh Indonesia.
Salah satu cara untuk mengurangi BPR adalah melalui konsolidasi. Sedangkan hingga Maret 2024, terdapat 25 permohonan penggabungan 8 BPR di Indonesia.
Pendorong lainnya adalah era digitalisasi. “Bank kecil itu wadahnya buat bank digital. Daripada bikin organisasi baru, lebih baik buat pembelian,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Pengawasan Keuangan OJK Dekan Adiana Rai mengatakan, pada prinsipnya OJK mendukung seluruh perusahaan patungan di perseroan. “Hal ini dilakukan untuk mengembangkan lingkungan bisnis yang sehat, menguntungkan, dan kompetitif serta mendukung perekonomian negara,” kata Dan dalam balasannya beberapa waktu lalu.
Dayan menambahkan, pendorong lain yang dapat mendorong proses integrasi merger dan akuisisi adalah tentang pemisahan atau persaingan Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS).
OJK menerbitkan POJK No.12/2023 yang antara lain mengatur bank yang merupakan UUS dengan aset lebih dari 50% dan/atau total aset UUS mencapai lebih dari Rp 50 triliun Ya, sebaiknya ditutup.
Selain itu, OJK mendorong perbankan untuk mematuhi ketentuan masuknya spin-off AS ke dalam bus, termasuk melalui konsolidasi. Dengan proses konsolidasi ini, OJK berharap dapat mewujudkan bank syariah dengan aset besar di Indonesia.
Sebab, saat ini jumlah bank syariah besar di Indonesia masih sedikit. “Hanya satu bank syariah yang modalnya di atas Rp 100 triliun,” kata Dekan.
Berita Terkini Aksi Merger Perbankan
Saat ini sedang diupayakan rencana bisnis untuk mengakuisisi PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) dari PT Bank Muamalat Indonesia. Pasca akuisisi, BTN akan menggabungkan operasional perbankan dengan UUS BTN atau BTN Syariah.
Ia memasuki fase aktif akuisisi alias uji tuntas. Namun, implementasi upaya ini tertunda setelah tanggal penyelesaian pada April 2024.
Direktur Utama BTN Nixon LP Napitulolo mengatakan waktu yang hampir habis karena lambatnya penerimaan informasi mengenai kredit. “Belum selesai [karena pekerjaan], ada keterlambatan data yang kita dapatkan, jadi belum selesai,” ujarnya saat pemaparan kinerja triwulan I tahun 2024, bulan lalu (25/4/2024 .
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel