Bisnis.com, JAKARTA – Kabar akuisisi dan merger (M&A) terus memanas di industri perbankan pada Q1/2024. Baru-baru ini, PT Bank Nationalnobu Tbk. .

Menurut laporan Korea Times, Hanwha Life akan mengakuisisi Nobu Bank untuk lebih berkembang menjadi pemain besar global. Hanwha Life akan meningkatkan kemampuannya dengan menggabungkan kemampuan digital Hanwha dengan keahlian bisnis perbankan terkemuka Grup Lippo.

Sebelumnya, PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP) bernama OCBC Indonesia telah menyelesaikan akuisisi PT Bank Commonwealth (PTBC). Dengan demikian, 100% saham PTBC dimiliki oleh OCBC mulai 1 Mei 2024.

PT Bank BTPN Tbk. (BTPN) sekaligus mengakuisisi dua perusahaan leasing, yakni PT Oto Multiartha (OTO) dan PT Summit Oto Finance (SOF). Melalui akuisisi ini, aset Bank BTPN akan bertambah.

Direktur Utama Perusahaan Bank Pembangunan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan, kepercayaan terhadap merger dan akuisisi pada tahun ini akan terus berlanjut. Ada beberapa alasan terjadinya proses konsolidasi ini.

Misalnya, pendirian dan akuisisi bergantung pada penyelesaian modal bank sentral untuk pembangunan daerah (BPD) sebesar Rp 3 juta pada akhir tahun 2024. Menggunakan ketentuan Peraturan Lembaga Keuangan (OJK) no. 2020 dari segi bisnis. Bank Konsolidasi, BPD diberikan waktu hingga akhir tahun 2024 untuk menambah modal sebesar Rp 3 juta.

“Jadi minimal ada [kegiatan korporasi] dari BPD besar sampai BPD kecil,” kata Amin kepada Bisnis, Selasa (7/5/2024).

Langkah ini diambil awal tahun ini oleh BPD. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa dan Banten Tbk. (BJBR), misalnya, resmi menjadi pemegang saham PT Bank Pembagunan Daerah Bengkulu (Bank Bengkulu) sebagai bagian dari upaya memenuhi persyaratan modal minimum.

Selain itu, menurutnya, OJK akan lebih mendukung konsolidasi perbankan. Amin mengatakan, “Tidak menutup kemungkinan modal inti akan ditambah lagi sehingga jumlah bank akan semakin sedikit dan efisien. “Penyederhanaan akan terus berlanjut.”

Hal ini juga berlaku pada Bank Umum Rakyat (BPR), dimana OJK terus mendorong pengurangan jumlah BPR. Tujuannya adalah untuk melakukan BPR secara efektif. Jadi BPR yang berfungsi hanyalah BPR yang bagus. OJK hanya membutuhkan sekitar 1.000 orang untuk melayani nasabah di Indonesia.

Salah satu cara untuk mengurangi jumlah BPR adalah dengan melakukan konsolidasi. Sedangkan hingga Maret 2024, terdapat 8 usulan untuk menghubungkan BPR 25 di Indonesia.

Pendorong lainnya adalah kemampuan menggunakan digital. “Bank kecil adalah tempat untuk memulai perbankan digital. “Daripada mendirikan perusahaan baru, lebih baik membeli,” ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengawasan Perbankan OJK Dijan Ediana Rae mengatakan OJK secara umum mendukung seluruh kegiatan konsolidasi perbankan. Dalam keterangannya, Dian mengatakan: “Langkah-langkah tersebut bertujuan untuk mengembangkan industri perbankan yang sehat, efisien dan kompetitif sehingga berkontribusi terhadap perekonomian nasional.”

Dian menambahkan, faktor lain yang dapat mendorong terjadinya merger dan akuisisi adalah adanya ketentuan pemisahan atau pemisahan Badan Umum Syariah (UU) menjadi Bank Umum Syariah (CBA).

OJK menerbitkan POJK no. 12/2023 yang antara lain mengatur bank USS dengan penyertaan aset di atas 50% dan/atau aset dalam USD sampai dengan Rp50 triliun harus dialihkan.

Selain itu, OJK mendorong perbankan untuk menerapkan tata cara pengalihan UUS ke BUS, termasuk konsolidasi. Dengan merger ini, OJK yakin akan lahir bank syariah Indonesia dengan aset terbesar.

Sebab, saat ini jumlah bank syariah besar di Indonesia masih sedikit. “Hanya satu bank syariah yang memiliki aset di atas Rp100.000,” kata Dian.

Informasi terkini tentang koneksi bank

Salah satu rencana bisnis perseroan saat ini adalah akuisisi PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) di PT Bank Muamalat Indonesia. Pasca akuisisi, BTN kini akan menggabungkan Bank Muamalat dengan UUS BTN atau BTN Syariah.

Pembelian masuk ke dalam kategori sesuai alias uji tuntas. Namun pelaksanaan uji tuntas tersebut tertunda hingga batas waktu April 2024.

Direktur BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan program tersebut gagal karena adanya keterlambatan penerimaan informasi terkait pinjaman tersebut. “Belum dilakukan [wajib analisis], ada keterlambatan informasi yang kita dapat, jadi tidak dilakukan,” ujarnya pada bulan lalu (25 April 2024).

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan Jaringan WA