Bisnis.com, Jakarta – Pemerintah mengungkap banyak tantangan dalam pengembangan bahan bakar nabati (BBN) jenis bioetanol sebagai bahan bakar alternatif kendaraan bermotor.

Hendra Iswahudi, Direktur Konservasi Energi Direktorat Jenderal EBKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan sejauh ini bahan bakar campuran bioetanol 5% Pertamax Green 95 telah dijual di 75 SPBU Jakarta dan Surabaya.

Hendra melanjutkan, penggunaan campuran bioetanol 5% pada bensin atau disebut E5 akan ditingkatkan secara bertahap menjadi 10% pada tahun 2029. 

Namun kemajuan pengembangan bioetanol melambat, karena jika mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No. 

“Kita review dulu di angka 10%, karena tantangannya banyak, terutama dari segi free stock, karena berbagai sumber etanol sebagian besar masih berasal dari tanaman pangan,” kata Hendra dalam podcast Business Indonesia Factory Hub. Dia datang.” Selasa (3/9/2024).

Perlu diketahui, salah satu kritik utama terhadap bioetanol adalah penggunaan tanaman pangan untuk produksi bahan bakar. Hal ini dapat meningkatkan harga pangan dan mengurangi ketersediaan pangan, terutama di negara-negara berkembang.

“Tentu kita perlu menyusun peta jalan, sistem tata niaga bioetanol dengan tetap memperhatikan ketersediaan bahan dan infrastruktur lokal,” ujarnya.

Oleh karena itu, menurutnya perlu adanya kebijakan untuk mempercepat industri bioetanol. Sebab, dari 13 industri bioetanol yang ada, hanya dua yang memenuhi kriteria untuk digolongkan sebagai bahan bakar, satu lagi food grade.

Terlebih lagi, pengembangan bioetanol dihadapkan pada keterbatasan harga dan beban pajak, yang diterapkan pada etanol yang merupakan bioetanol paling langka.

Saat ini, tarif cukai etanol tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 160/2023 tentang Cukai Etil Alkohol, Minuman Beralkohol, dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol.

Berdasarkan aturan tersebut, etanol yang tidak tergolong dalam grade apapun dikenakan tarif sebesar Rp 20.000 per liter untuk produksi dalam dan luar negeri.

Tantangan lainnya mencakup pengelolaan lahan berkelanjutan, efisiensi energi dari produksi bioetanol, dan pembangunan infrastruktur yang memerlukan investasi besar. siklus positif bioetanol

Meski menghadapi banyak tantangan dalam pengembangannya, bioetanol juga memiliki dampak positif yang dapat membantu petani dan memajukan industri biofuel.

Direktur IMATAP, Dirjen ILMATE, Menteri Perindustrian Dodiet Prasetyo mengatakan Indonesia memang mempunyai potensi untuk mengembangkan bioetanol. 

“Alasan pertama adalah etanol tidak membutuhkan basa baru, artinya bisa terus menggunakan basa yang sudah ada. Lalu kedua, kisah sukses biodiesel secara bertahap perlu dijadikan konteks. Anda bisa pergi,” jelasnya. Dodit.

Tak hanya itu, menurutnya pengembangan bioetanol dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi petani. Pasalnya, bioetanol merupakan biofuel yang dihasilkan dari bahan organik seperti jagung, tebu, dan bahan hijau selulosa lainnya.

Ia juga mengatakan, permintaan etanol global semakin meningkat seiring dengan negara-negara penghasil etanol dalam jumlah besar seperti India, Amerika, dan Brazil yang terus meningkatkan produksinya. 

Artinya, ketahanan energi merupakan isu yang sudah menjadi isu global, dan terkait dengan pasokan energi etanol ramah lingkungan, ini merupakan isu yang akan ditangani bersama oleh pemerintah,” pungkas Dodiat.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel