Bisnis.com, Jakarta – Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan transformasi digital, kemampuan mengelola keuangan menjadi keterampilan yang semakin penting bagi generasi muda di Indonesia. Literasi keuangan tidak hanya berarti menabung dan membelanjakan uang dengan bijak, namun juga mencakup pemahaman tentang investasi digital, mata uang kripto, dan rangkaian produk keuangan yang terus berkembang.

Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) terbaru mengungkap fakta menarik mengenai kondisi literasi keuangan di Indonesia. Meskipun tingkat literasi keuangan secara keseluruhan telah meningkat, kesenjangan yang signifikan masih terjadi antar kelompok masyarakat.

Data menunjukkan indeks pengetahuan keuangan kelompok usia 18-25 tahun (termasuk mahasiswa baru dan mahasiswa awal) sebesar 70,19%, dan indeks keuangan keseluruhan sebesar 79,21%. Jumlah ini menempati peringkat tiga besar di antara kelompok umur lainnya. Namun yang mengkhawatirkan, indeks pengetahuan keuangan mahasiswa justru lebih rendah, yaitu 56,42%.

Fakta ini menekankan pentingnya fokus pada peningkatan literasi keuangan di kalangan mahasiswa, khususnya yang baru memasuki bangku kuliah. Peralihan dari sekolah menengah ke perguruan tinggi merupakan masa penting ketika banyak anak muda mulai mengelola keuangannya untuk pertama kalinya. Tanpa pemahaman yang memadai mengenai pengelolaan keuangan, mereka berisiko terjerumus ke dalam pola konsumerisme dan kesulitan keuangan yang dapat berdampak jangka panjang.

Selain itu, data menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi berhubungan dengan tingkat literasi dan inklusi keuangan yang lebih tinggi. Lulusan SMA mempunyai indeks pengetahuan keuangan tertinggi yaitu mencapai 86,19%, dan indeks keuangan keseluruhan mencapai 98,54%. Hal ini menyoroti pentingnya memasukkan pendidikan keuangan ke dalam kurikulum perguruan tinggi sejak awal kuliah.

Kesenjangan pengetahuan keuangan antara perkotaan dan pedesaan masih terlihat jelas. Indeks literasi keuangan di perkotaan mencapai 69,71%, sedangkan di perdesaan hanya 59,25%. Hal ini menyoroti perlunya strategi yang lebih terintegrasi untuk menjangkau siswa dari latar belakang geografis yang beragam.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, pendidikan keuangan memerlukan pendekatan yang inovatif dan relevan, terutama bagi mahasiswa baru. Selain itu, cakupan pengetahuan keuangan harus diperluas. Tidak hanya berfokus pada pengelolaan keuangan pribadi saja, namun juga mencakup pemahaman mengenai kewirausahaan digital, fintech, dan sharing economy. Dengan pemahaman yang komprehensif, mahasiswa tidak hanya akan menjadi konsumen cerdas, namun juga berpotensi menjadi inovator dalam industri keuangan digital.

Untuk mendukung gerakan literasi keuangan nasional dan mempersiapkan generasi muda menghadapi era ekonomi digital, Bisnis Indonesia akan menyelenggarakan Financial Literacy Festival 2024 yang digelar di Universitas Bengkulu pada Jumat (27/9). Perhatian khusus diberikan pada kebutuhan pengetahuan keuangan mahasiswa baru dan mahasiswa karir awal.

Friderica Widyasari Dewi, CEO, Head of Business Conduct Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK turut serta dalam acara tersebut. Pembicara lain yang hadir antara lain Presiden Sekretariat PASTI Bapak Hudiyanto, Profesor Studi Manajemen Universitas Ferry Bengkulu Tema Atmaja, dan Vice President Social Responsibility BCA, Krisbiakto Cahyo Adi, yang dimoderatori oleh General Manager Indonesia Business Content Hendri T. Asworo.

Kami berharap festival ini tidak hanya menjadi ajang pertukaran ilmu pengetahuan, namun juga menjadi wadah merangsang lahirnya ide-ide inovatif untuk meningkatkan pengetahuan finansial para mahasiswa berbakat. Dengan membekali siswa dengan keterampilan keuangan yang relevan sejak awal, kami dapat membantu generasi muda menjadi pemain kunci dalam ekonomi digital global.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel