Bisnis.com, SERANG — Direktorat Jenderal Pajak atau Direktorat Jenderal Kementerian Keuangan mengungkapkan kontribusi masyarakat kelas menengah terhadap perpajakan tercermin pada Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) dan PPh Pasal 21. Lebih detailnya, PPh OP tidak memuat lebih dari 1% dari total pajak penghasilan, dan PPh 21 mencapai 14,7%. 

Fakta tersebut diungkapkan Muchamad Arifin, Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak, pada Media Gathering APBN 2025, Kamis (26/09/2024). 

“Ketika Anda mengatakan kelas menengah, Anda berbicara tentang individu. Pajak yang dibayarkan oleh swasta [PPh OP] jika dijumlahkan di tingkat nasional tidak terlalu tinggi, yaitu sekitar 1%,” kata Arifin saat menjawab pertanyaan awak media rata-rata. kelas. Kontribusi terhadap penerimaan pajak. 

Jika dihitung bersama dengan PPh 21 yang memiliki porsi 14,7%, maka pajak orang pribadi yang terdiri dari PPh OP dan PPh 21 berjumlah 15,7% dari penerimaan pajak. Namun tidak bisa langsung dikenakan sebagai pajak terhadap kelas menengah, karena merupakan iuran pajak semua golongan.

Selain itu, masyarakat kelas menengah juga turut serta dalam perpajakan melalui pembelian melalui PPN (pajak penjualan) dalam negeri, pajak penghasilan final, pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya.

Sedangkan untuk kontribusi 15,7%, Arifin menilai keadaan tersebut kurang ideal karena untuk menjadi negara maju, penerimaan pajak harus ditopang oleh pajak orang pribadi. 

Pada saat yang sama, swasta di Indonesia lebih banyak bekerja di sektor UMKM yang umumnya berada di sektor informal. Sektor ini tidak masuk radar layanan pajak. Berbeda dengan badan usaha yang terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak. 

Untuk itu, penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang diterapkan mulai Juli 2024 menjadi salah satu cara Direktorat Jenderal Pajak untuk melacak orang pribadi yang belum membayar pajak. Kewajiban.

“Jadi 2025, masuknya NIK dan dasar pajak, di sana datanya digabungkan, rupanya orang ini.  

Alhasil, basis pajak otomatis akan bertambah dengan adanya pemutakhiran Sistem Dasar Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau Basic Tax Administration System (CTAS) yang akan muncul pada akhir tahun. 

Dampaknya, tidak hanya PPN dan PPN saja yang mengalami kenaikan, namun seluruh jenis penerimaan pajak mengalami peningkatan.

Faktanya, di tengah penurunan populasi kelas menengah sebesar 9,4 juta selama lima tahun terakhir, kelompok calon kelas menengah (aspiring middle class) mengalami peningkatan pengeluaran pembayaran pajak kelompok ini. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rata-rata pengeluaran kelas menengah meningkat selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2019, rata-rata pengeluaran per kapita kelas menengah sebesar Rp 2,36 juta per bulan, dan pada tahun 2024 sebesar Rp 3,35 juta per kapita per bulan.

Salah satu item biaya yang tampaknya mengalami peningkatan adalah pajak atau retribusi. Pada tahun 2019, tercatat bahwa kelas menengah menghabiskan 3,48% untuk pajak/iuran, pengeluaran prioritas keenam dibandingkan kebutuhan lainnya.

Pada tahun 2024, kondisi akan berubah. Pengeluaran kelas menengah untuk pajak/iuran naik menjadi 4,53%. Belanja ini pun naik ke urutan keenam prioritas setelah makanan (41,67%), perumahan (28,52%) dan barang/jasa lainnya.

Kajian LPEM UI: Separuh Penghasilan Kena Pajak Kelas Menengah

Temuan berbeda disampaikan Lembaga Ilmu Ekonomi dan Sosial Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) yang menyebutkan kelas menengah berkontribusi besar terhadap penerimaan pajak negara.

Dalam Outlook Perekonomian Indonesia Triwulan III/2024 bertajuk Kerentanan Sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi, LPEM UI menjelaskan bahwa kelas menengah menyumbang separuh penerimaan pajak Indonesia, yaitu PPh, pajak bumi dan bangunan, dan pajak kendaraan.

LPEM UI – lembaga yang pernah dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Muliani Dravati – menjadikan jenis pembayaran ini sebagai acuan sebagaimana tercantum dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).

“Kelas menengah mempunyai peranan yang sangat penting dalam pendapatan nasional, menyumbang 50,7% penerimaan pajak, dan 34,5% kelas menengah masa depan. ],” dikutip dari laporan LPEM UI yang dipublikasikan pada Kamis (26/9/2024).

Bahkan, kontribusi pajak masyarakat kelas menengah juga bisa berasal dari PPh OP (pekerja lepas, pengusaha, dll), PPh 21 (pekerja formal), serta pajak konsumsi.

Dalam laporannya, LPEM menilai sangat penting menjaga daya beli masyarakat kelas menengah dan calon kelas menengah ke depan agar bisa terus berkontribusi terhadap perekonomian dengan membayar pajak dan kemudian uangnya menjadi sumber investasi. . infrastruktur dan sumber daya manusia.

“Jika daya beli mereka menurun, kontribusi pajak mereka bisa menurun, yang dapat memperburuk rasio pajak terhadap PDB yang sudah rendah dan menghambat kemampuan pemerintah dalam menyediakan layanan dan membiayai proyek-proyek pembangunan,” tulis LPEM UI dalam laporannya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel