Bisnis.com, JAKARTA – Anggaran Pendidikan yang bersifat wajib sebagai kewajiban hukum adalah 20% dari APBN dan diprioritaskan, nyatanya https://www.bisnis.com/topic/2427/kemenkeu tidak selalu 100%. Hal ini terjadi meskipun kuotanya paling tinggi.
Melihat lima tahun terakhir, kami melihat tidak ada satu pun pelaksanaan anggaran yang mencapai 100% atau 95% dari total APBN.
Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang dilihat Bisnis, realisasi anggaran menunjukkan tren penurunan.
Pada tahun 2019 atau periode kedua pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), anggaran pendidikan dialokasikan sebesar Rp492,45 miliar. Anggaran yang dibuat pada akhir tahun yang sama mencapai 93,48% atau Rp 460,35 miliar.
Anggaran pendidikan terbesar berasal dari Transfer Daerah (TKD) dan Dana Negara senilai Rp 299,19 triliun.
Kemudian pada tahun 2020 turun dari pagu Rp508,84 miliar menjadi 93,09% atau Rp473,66 miliar.
Pada tahun 2021, ketika pandemi Covid-19 masih melanda Indonesia, realisasi anggaran pendidikan belum mencapai 90%, tepatnya 87,2% atau Rp479,58 miliar dari pagu Rp550 miliar.
Selain itu, pagu anggaran pendidikan akan terus meningkat pada tahun 2022, dan porsi belanja APBN untuk pertama kalinya akan melebihi Rp 3 triliun.
Anggaran pendidikan tahun 2022 senilai Rp621,28 miliar dan realisasinya sebesar 77,3% atau Rp480,26 miliar.
Tahun lalu, pemerintah mengalokasikan Rp645,25 miliar dari total belanja pemerintah sebesar Rp3.117,2 miliar (Perpres No. 75/2023), atau sekitar 20,7% dari total APBN. Realisasinya sebesar Rp513,39 miliar atau Rp79,56%.
Sedangkan anggaran pendidikan mencapai Rp665 miliar sejalan dengan APBN yang pada tahun ini mencapai Rp3.325,1 miliar.
Ekonom Bright Institute Awalil Rizky memperkirakan realisasi Belanja Pemerintah akan melebihi 100% pada tahun 2023. Dari APBN sebesar Rp 3.117,18 miliar, yang dilaksanakan sebesar Rp 3.121,22 miliar.
Dengan demikian, realisasi anggaran pendidikan pada tahun 2023 hanya sebesar 16,45% dari belanja.
“Konon tahun 2024 dan 2025 akan sulit dilaksanakan, karena kalau direncanakan belanjanya wajib 20 persen, tapi ada juga yang masuk ke pembiayaan, disebut juga cadangan,” ujarnya, Kamis (8/10). 05/09/2024).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Menkeu) pun mengomentari anggaran pendidikan terkini.
Ia juga mempertanyakan alokasi belanja 20 persen dari anggaran pendidikan, padahal Kementerian Keuangan punya dua presiden.
Menurut bendahara negara itu, penggunaan nilai total belanja negara sebagai patokan untuk menentukan 20 persen belanja wajib menimbulkan volatilitas. Hal ini karena total belanja pemerintah bisa sangat bervariasi; oleh karena itu, anggaran pelatihan juga harus mematuhi hal ini atas nama biaya disiplin sebesar 20%.
Dia mencontohkan pada tahun 2022, total belanja pemerintah meningkat dari Rp350 miliar menjadi Rp550 miliar karena meningkatnya belanja moneter akibat kenaikan harga minyak. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan anggaran pendidikan.
Dalam Rapat Kerja Badan Anggaran DPR, Sri Mulyani mengatakan: “Tidak mungkin bisa kumpulkan Rp 200 miliar lalu [anggaran pendidikan juga bertambah] habiskan 20%-nya, tidak mungkin hanya dalam 4 bulan.” Rabu (04/09/2024) Oleh karena itu, ia menyarankan agar acuan wajib belanja pendidikan bukan belanja melainkan pendapatan.
Anggaran pendidikan dan pelaksanaannya 2019-2023
Sumber: LKPP, diolah
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel