Bisnis.com, Lantas apakah hal ini berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan?

Dilaporkan hingga 30 Juni 2024, OJK telah menyelesaikan pemrosesan berkas perkara yang dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan RI sebanyak 127 perkara, termasuk 102 perkara pidana perbankan.

Kemudian 20 kasus pidana IKNB dan lima kasus pidana pasar modal dengan rata-rata hukuman penjara di atas lima tahun. 

Dalam konteks ini, OJK mencatat sebagian besar kasus berkaitan dengan operasional bank, terutama yang menyangkut tindakan manajemen untuk menjaga tingkat kesehatan bank, seperti penciptaan kredit fiktif hanya untuk memperbaiki rasio kredit bermasalah yang disebut kredit macet.

Diketahui, OJK telah merampungkan penyidikan dugaan tindak pidana perbankan di kantor pusat PT Bank Pembagunan Daerah Nusa Tenggara Timur (BPD NTT) yang melibatkan dua petinggi bank.

Kedua petinggi tersebut diduga sengaja memberikan keterangan palsu dalam pemberian tiga pinjaman kepada debitur atas nama PT Budimas Pundinusa (PT BMP) dengan total plafon Rp 100 miliar.  

Fasilitas kredit tersebut terbagi dalam tiga bidang, yaitu Kredit Modal Kerja (WCA) Pending senilai Rp32 miliar, Jadwal Pembayaran Kredit Investasi (KI-JP) senilai Rp20 miliar, dan KMK-RC senilai Rp48 miliar.

Arianto Muditomo, pakar perbankan dan sistem pembayaran, mengatakan penerbitan pinjaman fiktif terkait BPD NTT berdampak negatif signifikan terhadap kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut. 

Bahkan, hal ini diyakini juga bisa berdampak pada kepercayaan terhadap bank umum nasional.

Selain itu, ia menyimpulkan temuan OJK atas kasus pinjaman fiktif untuk menurunkan rasio kredit bermasalah (NPL) dapat merusak citra perbankan yang selama ini sangat berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian dan keimanan kredit.

“Indikator kesehatan bank yang merupakan salah satu indikator kinerja dan tata kelola bank yang baik mungkin sudah tidak dapat dipercaya lagi sebagai indikator formal,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (4/7/2024).

Menurutnya, dalam hal ini OJK sebagai regulator dan perbankan sebagai pelaku industri harus bisa memitigasi kemungkinan hilangnya kepercayaan masyarakat melalui penerapan undang-undang yang tegas. 

Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi insiden tersebut guna memastikan transparansi dan akuntabilitas atas insiden tersebut serta penyelesaiannya, dan untuk memastikan bahwa bank memperkuat tata kelola perusahaan yang baik dan menerapkan praktik manajemen risiko yang tepat.

Sementara itu, dalam penanganan perkara pidana di sektor jasa keuangan, OJK terus berupaya bekerja sama dan berkoordinasi dengan Bareskrim Bareskrim Polri serta Kejaksaan Agung RI pusat dan daerah untuk memberlakukan undang-undang tersebut. penegakan hukum di sektor jasa keuangan dapat berjalan dengan baik. 

“OJK akan terus melakukan penegakan hukum terhadap seluruh tersangka tindak pidana sektor jasa keuangan guna melindungi lembaga jasa keuangan dan masyarakat,” kata OJK dalam keterangannya, Kamis (4 Juli 2024).

Seperti diketahui, regulator menetapkan batas atas rasio NPL yang sehat sebesar 5%.  

Sementara itu, pertumbuhan kredit saat ini meningkat sebesar Rp66,05 triliun atau 0,91% year-on-month (mtm), diiringi dengan peningkatan proporsi kredit bermasalah atau NPL. 

Bisnis mencontohkan, data statistik perbankan Indonesia menunjukkan kredit bermasalah bank umum sebesar 2,33% pada April 2024. Pencapaian April 2024 tersebut turun 20 basis poin dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 2,53%. 

Namun jika dilihat secara bulanan, nilai tersebut mengalami kenaikan tipis sebesar 8 basis poin (bps) dari semula 2,25%, namun jika dilihat secara nominal pada April 2024, jumlah NPL bank lapis kedua meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 4,08% menjadi Rp170 triliun, kemudian menjadi Rp163,34 triliun. 

Jika dicermati, kredit bermasalah (non-performing loan) bank-bank milik Banka Persero pada April 2024 tercatat sebesar 2,28%, turun 37 poin dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 2,65%. Dibandingkan bulan sebelumnya, nilai ini meningkat 4 poin menjadi 2,24%. 

Saat ini, nominal kredit bermasalah atau yang disebut NPL Bank Persero mencapai Rp76,75 triliun pada April 2024, turun 0,57% secara tahunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp77,19 triliun.  

Selain itu, NPL BPD tercatat sebesar 2,55% pada April 2024, meningkat secara tahunan dari sebelumnya sebesar 2,36%. Dibandingkan Maret 2024, nilai tersebut juga meningkat 12 basis poin dibandingkan sebelumnya yang dicapai 2,43%. 

Secara nominal, nilai NPL BPD mencapai Rp15,59 triliun pada April 2024, naik 15,66% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp13,48 triliun.

Kemudian pada April 2024, NPL bank swasta nasional mencapai 2,38%, turun 12 poin dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 2,5%. Dibandingkan bulan sebelumnya, nilai tersebut meningkat 9 basis poin dari semula 2,29%.

Namun secara nominal, kredit bermasalah bank swasta nasional mencapai Rp75,22 triliun, meningkat 7,17% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp70,19 triliun. 

Sementara itu, pada April 2024, cabang bank di luar negeri mencatat NPL sebesar 1,38%, membaik dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 1,45%.

Nilai tersebut kini juga membaik dibandingkan bulan Maret sebelumnya yang mencapai 1,42%. Nominal kredit bermasalah mencapai Rp2,44 triliun pada April 2024, turun 1,49% year-on-year dari Rp2,48 triliun year-on-year. 

Untuk berita dan artikel lainnya, kunjungi Google Berita dan WA Channel