Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Logistik dan Forwarding Indonesia (ALFI) menjelaskan penyebab kemacetan di Pelabuhan Priok beberapa hari lalu.

Ketua Umum ALFI Akbar Djohan mengatakan, penyebabnya karena belum adanya keseragaman jam kerja antar unit di dalam dan di luar pelabuhan. Permasalahan ini tidak dapat diselesaikan melalui koordinasi di dalam Pelabuhan Priok.

Padahal, menurutnya, jika ada informasi lebih awal, seluruh permasalahan antara pemilik peti kemas, pemilik kapal, dan operator pelabuhan bisa dibicarakan dengan baik.

Dia menambahkan bahwa masalah ini kemungkinan besar akan terjadi setiap hari libur karena semua pengiriman kesulitan untuk menangkap dan menyelesaikan pengiriman di gudang.

Kemacetan di Pelabuhan Priok menunjukkan bahwa ekosistem di pelabuhan tidak bisa diselesaikan secara parsial sehingga permasalahannya harus dilihat dari berbagai kepentingan, kata Akbar.

Akbar yang juga Direktur Rantai Pasokan dan Otoritas Logistik Kamar Dagang dan Industri (Kadin) ini menambahkan, penerapan jam kerja 7 hari 24 jam di Pelabuhan Priok benar-benar dimaksimalkan dengan penerapan rotasi kerja. . jam dengan menggunakan sistem shift.

Persoalannya, jam kerja operator dan pemilik muatan di pelabuhan ini belum tentu sesuai dengan entitas lain seperti pemilik kapal, instansi terkait, dan unit di pelabuhan. Manfaat-manfaat ini harus dicapai melalui satu jendela melalui institusi rantai pasokan.

Secara terpisah, Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Indonesia (GINSI) Subandi mengatakan rumitnya proses impor bisa menjadi kekhawatiran bagi entitas di luar pelabuhan. Faktanya, hingga saat ini masih ada beberapa usaha yang tidak beroperasi 24 jam sehari, 7 hari seminggu.

Jadi yang tidak beroperasi 24 jam bukan pelabuhannya, melainkan instansi dan unit usaha di luar pelabuhan seperti agen pelayaran/carrier serta beberapa operator gudang kosong termasuk kementerian terkait perizinan, ujarnya.

Subandi menjelaskan, syarat seorang importir untuk mengeluarkan atau menerima peti kemas di pelabuhan adalah harus memiliki DO (Delivery Order) yang diterbitkan oleh agen/jalur pelayaran.

Permintaan tersebut tidak dilakukan secara proaktif oleh operator pelabuhan, melainkan merupakan permintaan dari pihak pengangkutan barang ke pelabuhan, sedangkan perusahaan keagenan pelayaran (shipping agent) biasanya bekerja pada hari Senin sampai Jumat atau bekerja pada hari Jumat dan jam kerjanya belum 24/7. .

Begitu pula dengan importir yang menerima peti kemas di pelabuhan harus memiliki Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (GAP).

“Nah, yang menerbitkan SPPB adalah Bea Cukai di pelabuhan setempat. Sebab, Bea dan Cukai mewajibkan pelabuhan tempat keberangkatan peti kemas harus memiliki SPPB. Belum lagi persoalan perizinan impor harusnya ditangani kementerian dan lembaga, ujarnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel