Bisnis.com, Jakarta – Pekan Imunisasi Dunia diperingati setiap tahun pada minggu terakhir bulan April. Warga diimbau untuk melakukan vaksinasi wajib dan juga sesuai kebutuhan.

Vaksinasi wajib sendiri dilakukan sejak kecil. Beberapa vaksinasi yang wajib dilakukan antara lain vaksin polio, tetanus, hepatitis, campak, dan rubella.

Namun catatan tersebut seringkali hilang dan terlupakan di usia dewasa, sehingga banyak orang yang lupa apakah sudah mendapatkan vaksinasi lengkap atau belum.

Oleh karena itu, orang dewasa juga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan vaksinasi wajibnya untuk mencegah penyakit.

Ketua Pokja Imunisasi IDAI Prof. Dr. Dr. Hartono Gunardi, Sp.A(K) mengatakan jika pencatatannya hilang dan ingin vaksinnya dikembalikan, masyarakat tidak perlu khawatir tubuhnya akan menerima kelebihan vaksin.

“Kalau dosisnya terlampaui maka catatannya hilang, banjir ambil, tidak terbaca, kita anggap belum divaksin. Jadi sebaiknya diminum dua dosis atau lebih sebelum ditemukan. ,” dia berkata. . . Konferensi pers di Jakarta pada Rabu (15/5/2024).

Prof. Hartono mengatakan, masyarakat yang tidak memiliki catatan vaksinasi akan dianggap tidak divaksinasi.

“Kalau seharusnya dia divaksin, maka dia berisiko tertular, bisa sakit, bisa sembuh total, bisa sisa gejala. Jadi kalau ragu, silakan vaksinasi lagi, batasi. masalah, malah sel imunnya meningkat,” ujarnya.

Masyarakat Indonesia harus memahami pentingnya vaksinasi. Pasalnya, Indonesia saat ini merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia, dengan jumlah kelahiran 4,6 juta jiwa, penduduk berusia di atas 50 tahun, dan masih terus bertambah sekitar 60 juta jiwa. Jumlah ini akan meningkat di tahun-tahun mendatang.

Berdasarkan statistik tersebut, Indonesia berada pada tahap kritis dalam pengelolaan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan produktivitas masyarakatnya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan lebih dari 140.000 orang meninggal karena campak pada tahun 2018, dengan sebagian besar kematian terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun.

Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan pada tahun 2014, terdapat 24,1 juta kasus pertusis (batuk rejan) di seluruh dunia pada anak di bawah usia 5 tahun, dengan jumlah kematian tertinggi (53%) terjadi pada anak di bawah usia satu tahun.

Dengan meningkatnya penyakit kronis di kalangan kelompok usia muda baru-baru ini, hal ini juga memberikan tekanan yang lebih besar pada kesehatan dan sistem sosial-ekonomi negara tersebut.

Mohammad Sihril, juru bicara Kementerian Kesehatan, mengatakan bahwa untuk mengatasi tantangan ini diperlukan perubahan struktur dari pencegahan ke pengobatan.

Salah satu caranya adalah dengan memperluas manfaat vaksinasi untuk mencegah penyakit menular sejak masa kanak-kanak hingga usia lanjut.

“Kami berharap melalui vaksinasi penuh, generasi muda dan lansia dapat hidup sehat dan aktif untuk berkontribusi terhadap perekonomian dengan meningkatkan produktivitas dan mengurangi beban biaya pelayanan kesehatan,” ujarnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA