Bisnis.com, XHAKARTA – Lembaga Pengkajian Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM UI) menemukan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) tidak selalu sejalan dengan peningkatan pendapatan negara.
Dalam laporannya yang bertajuk Indonesia’s Economic Outlook 2025, LPEM UI menjelaskan bahwa lapangan kerja/usaha informal dapat menyumbang hingga 40% aktivitas perekonomian di negara berkembang seperti Indonesia. Persoalannya, usaha/perusahaan informal tidak terdaftar pada administrasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Akibatnya, lanjut laporan tersebut, negara-negara dengan persentase pekerjaan informal yang tinggi akan kesulitan meningkatkan pendapatan PPN meskipun tarifnya meningkat. Selain itu, kenaikan tarif PPN juga memungkinkan sektor formal melemah.
Mengutip temuan De Paula & Scheinkman (2010), terlihat bahwa perusahaan formal lebih memilih bernegosiasi dengan perusahaan informal. Dengan cara ini, kewajiban PPN dapat dihindari karena perusahaan formal membeli bahan baku dari pemasok informal tanpa menerima faktur pajak.
“Tarif maksimum PPN bisa saja turun akibat semakin meningkatnya informalitas di suatu negara,” tulis laporan LPEM UI yang dikutip, Minggu (17/11/2024).
Untuk itu, LPEM UI memberikan catatan kritis atas rencana pemerintah menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Meski kenaikan tarif PPN dapat mendukung pemulihan fiskal pascapandemi, namun juga dapat mendukung pemulihan fiskal pascapandemi. menurunkan daya beli masyarakat dan menyebabkan meningkatnya praktik penghindaran pajak.
Alternatifnya, LPEM UI menjelaskan, penerimaan pajak dapat didorong melalui keterbukaan terhadap perdagangan internasional. Dengan meningkatnya nilai transaksi komersial, pendapatan dari PPN diyakini juga akan meningkat.
Dijelaskan, potensi tersebut dapat digali dengan menyederhanakan prosedur kepabeanan dan mengurangi hambatan perdagangan untuk memfasilitasi transaksi perdagangan internasional, serta mendorong dunia usaha untuk berpartisipasi di pasar internasional.
Langkah-langkah tersebut juga harus diikuti dengan penerapan kebijakan perdagangan yang sehat serta mendorong pasar atau platform e-commerce untuk memfasilitasi perdagangan lintas negara sehingga memudahkan partisipasi UMKM dalam kegiatan ekspor.
“Ada strategi lain dari sisi administrasi perpajakan. Pembenahan administrasi perpajakan sangat penting untuk meningkatkan kinerja penerimaan pajak yang juga berdampak positif terhadap iklim investasi,” tulis LPEM UI.
Selain itu, reformasi kelembagaan dinilai penting untuk meningkatkan produktivitas petugas pajak, salah satunya adalah berinvestasi pada infrastruktur perpajakan digital yang dapat memodernisasi kegiatan operasional dan mendorong peningkatan efisiensi secara keseluruhan.
LPEM UI kemudian menegaskan, menggali potensi penerimaan pajak dari kegiatan ekonomi digital semakin penting untuk meningkatkan ruang fiskal.
Terkait pembahasan Kementerian Keuangan mengenai diadakannya pajak ekonomi digital seperti kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan peminjam, dan pajak transaksi terkait pembelian barang dan jasa, dinilai perlu dilakukan peninjauan lebih lanjut bagi seluruh pelaku industri. menyimpan.
“Perumusan kebijakan perpajakan yang detail dan relevan terhadap sektor digital yang saat ini belum diatur akan memberikan kepastian dan memudahkan tingkat kepatuhan para pelaku usaha ekonomi digital,” demikian hasil penelitian tersebut.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel