Bisnis.com, JAKARTA – Hingga tahun 2018, diperkirakan lebih dari 8,5 juta masyarakat kelas menengah di Indonesia telah meninggalkan kasta. Pangsa populasi kelas menengah juga menurun dalam 6 tahun terakhir seiring dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi.
Dalam Indonesia Economic Outlook Triwulan III/2024, Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat FEB Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) mengkategorikan kelas menengah sebagai populasi yang memiliki peluang kurang dari 10% untuk menjadi miskin atau rentan di masa depan. Menurut konsumsi mereka saat ini.
Berdasarkan definisi tersebut, LPEM FEB UI menghitung jumlah kelas menengah di Indonesia berdasarkan garis kemiskinan di tingkat kabupaten/kota.
Akibatnya, jumlah kelas menengah meningkat secara signifikan dari tahun 2014 hingga 2018: dari 21 juta (15,6% populasi) menjadi 60 juta orang (23% populasi). Namun setelah tahun 2018, yang terjadi justru sebaliknya.
“Sejak saat itu, jumlah penduduk kelas menengah turun menjadi lebih dari 8,5 juta orang. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk kelas menengah hanya mencakup 52 juta orang [pada tahun 2023] dengan pangsa penduduk sekitar 18,8%,” LPEM FEB Laporan tertulis UI dikutip Kamis (8/8/2024).
Padahal, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPENAS) telah menyatakan bahwa jika Indonesia ingin mencapai status negara berpendapatan tinggi, maka jumlah kelas menengah harus ditingkatkan hingga 70% penduduk Indonesia pada tahun 2045.
Sejalan dengan itu, LPEM UI juga menemukan bahwa daya beli masyarakat kelas menengah terus menurun sejak tahun 2018. Pada tahun 2018, pangsa konsumsi kelas menengah mencapai 41,9% dari total konsumsi rumah tangga di Indonesia.
Sejak saat itu, trennya menurun. Pada tahun 2023, total konsumsi masyarakat kelas menengah hanya mencapai 36,8% dari total konsumsi rumah tangga di Indonesia.
Padahal, menurut laporan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), kelas menengah memegang peranan penting dalam pendapatan pemerintah: mereka menyumbang 50,7% terhadap penerimaan pajak.
“Jika daya beli mereka menurun, kontribusi pajak mereka bisa menurun, yang dapat memperburuk rasio pajak terhadap PDB yang sudah rendah dan mengganggu kemampuan pemerintah dalam menyediakan jasa dan membiayai proyek-proyek pembangunan,” demikian isi laporan LPEM UI.
Sebelumnya, Kepala Bapenas Suharso Monoarfa membantah penurunan kelas menengah Indonesia. Menurutnya, yang terjadi hanyalah pergeseran atau tren pengalihan pekerja formal ke informal.
“Mungkin bagi saya itu adalah migrasi mereka yang bekerja di sektor formal [menjadi] UMKM, bekerja sendiri, wiraswasta,” kata Suharso kepada wartawan, Selasa (30/07/2024).
Ia menyatakan, persentase pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2024 turun menjadi 4,82% dibandingkan Februari 2023 yang sebesar 5,45%.
Saat ini, menurutnya, peralihan kerja akibat pandemi Covid-19 menyebabkan adanya tren bekerja dari rumah, juga work from home (WFH).
Suharso berpendapat banyak anak Indonesia yang mendapat pekerjaan di perusahaan besar di luar negeri, seperti Amerika, sehingga memutuskan keluar dari perusahaan Indonesia.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel