Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial Universitas FEB Indonesia (LPEM FEB UI) memutuskan pemerintah harus mengambil kebijakan untuk mengatasi fenomena pengangguran generasi Z.

Berdasarkan data LPEM terkait data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2023, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Generasi Z mencapai 9,37% atau sekitar 4,84 juta penduduk usia seluruh Generasi Z, lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional.

“Angka-angka tersebut menunjukkan hampir 1 dari 10 angkatan kerja Gen Z saat ini sedang menganggur,” tulis LPEM dalam laporannya, Sabtu (5/10/2024).

Menurut LPEM, tingginya TPT Gen Z mungkin disebabkan oleh banyak faktor, seperti perbedaan kebutuhan bisnis, kurangnya pengalaman, atau kesulitan dalam mencari pekerjaan yang sesuai.

Namun data juga menunjukkan bahwa terdapat 3,04% populasi Generasi Z yang masuk dalam kategori NEET yang berisiko terpinggirkan dari pasar, yaitu sekitar 2,15 juta orang.

Meski jumlah tersebut masih kecil jika dibandingkan dengan seluruh populasi Generasi Z, LPEM menilai jumlah tersebut masih mengkhawatirkan karena kelompok NEET cenderung menghadapi risiko tertinggal dalam dunia usaha dan tantangan dalam mengubah dunia. pekerjaan.

Lebih lanjut, tercatat tingkat pengangguran tertinggi pada generasi Z berasal dari lulusan SMA/MA/SMK/Paket C yaitu sebesar 36,17%, disusul lulusan SMK/MAK sebesar 29,60%.

Proporsi yang besar ini menunjukkan bahwa lulusan sekolah menengah menghadapi hambatan paling besar dalam memasuki dunia kerja. 

Hal ini sesuai dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) dan beberapa penelitian yang menyatakan bahwa sebagian besar perguruan tinggi/perguruan tinggi kurang memiliki smart skill yang sesuai dengan bisnis. 

Pendidikan vokasi di perguruan tinggi seharusnya menghasilkan lulusan yang mempunyai lapangan kerja, namun banyak lulusan yang merasa tidak siap karena bidang peminatan yang dipelajarinya tidak sesuai dengan kebutuhan profesi atau kurang pengalaman.

Di sisi lain, 11,64% generasi Z yang menganggur adalah lulusan perguruan tinggi. Meskipun mempunyai kebutuhan pendidikan yang lebih tinggi, para lulusan ini seringkali menghadapi persaingan yang ketat di pasar kerja, tuntutan gaji yang tinggi dan kurangnya pengetahuan atau keterampilan yang dibutuhkan.

LPEM merinci, Sakernas menunjukkan 1,47% penduduk Generasi Z saat ini atau sekitar 600.000 jiwa berada dalam situasi yang membutuhkan pekerjaan. Artinya mereka tidak aktif mencari pekerjaan karena merasa tidak cukup waktu untuk bekerja.

Alasan yang paling umum adalah kurangnya pengalaman profesional, ketidaksesuaian keterampilan dengan kebutuhan bisnis, dan stigma karena dianggap terlalu muda atau terlalu tua oleh pemberi kerja.

Keadaan ini dinilai mencerminkan pengaruh sistem dan pemikiran negatif yang membuat sebagian orang sulit memasuki dunia kerja.

Oleh karena itu, LPEM yang mengukur kemungkinan pengangguran di kalangan Generasi Z bukanlah persoalan yang sederhana dan memiliki banyak aspek.

“Pendekatan yang berfokus pada keseimbangan kerja, peningkatan keterampilan, dan pembukaan akses terhadap pekerjaan baru sangat penting untuk memastikan bahwa potensi Gen Z dapat dipupuk dan disebarkan dengan baik di seluruh Indonesia.”

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Canal WA