Bisnis.com, JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN mencatat konsumsi gas alam cair (LNG) pelanggan industri di Pulau Jawa mencapai 45 miliar British thermal unit per hari (BBtud) pada Mei 2024. 

Plt Akuntan Korporasi PGN Susiyani Nurwulandari mengatakan serapan gas alam cair sudah melebihi perhitungan perseroan. 

“Ektraksi LNG di wilayah Jawa Barat mendapat respon positif dari pelanggan. Volume yang terserap dipastikan sebesar 45 BBtud pada bulan Mei. Perkiraan ini lebih tinggi dari perkiraan awal kami,” kata Susi saat dihubungi, Senin (01/07/2024 ). 

Susi mengatakan penerapan LNG yang dilakukan saat ini untuk menjembatani kekurangan jalur gas yang mengalir di wilayah Sumatera dan Jawa Barat dinilai efektif dalam mendukung industri nasional. 

PGN memperkirakan tambahan kebutuhan LNG pada tahun 2027 mencapai sekitar 7 hingga 8 ton. Perhitungan tersebut berasal dari perkiraan penurunan pasokan gas pipa pada tahun 2027 yang meningkat menjadi 200 juta kaki kubik per hari (MMscfd). 

Baru-baru ini, PGN berhasil mendapatkan tambahan kargo LNG dari Kilang Tangguh, Teluk Bintuni, Papua Barat. Pembelian 1 kargo LNG setara 2,6 juta British thermal unit (MMBtu) ini merupakan bagian dari Perjanjian Jual Beli LNG (MSA) Tangguh Master Ex-Ship LNG dengan jangka waktu kontrak 5 tahun.  

Sementara itu, tambahan pengiriman LNG saat ini diperlukan untuk menjembatani kesenjangan pasokan gas dari beberapa lapangan di Sumatera Tengah, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat.   

Beberapa wilayah yang mengalami pengurangan jalur gas antara lain Blok Koridor, PEP Sumatera Selatan (Regional 1), PEP Jawa Barat (Regional 2), PHE Jambi Merang dan beberapa Kontraktor Koperasi (KKKS) yang beroperasi di wilayah tersebut.  

“LNG merupakan upaya terbaik yang kami berikan bersama pemerintah dan pemasok untuk menjawab kebutuhan mendesak gas alam nasional,” kata Susi. 

Sementara itu, Susi mengatakan pihaknya saat ini sedang menjalin komunikasi intensif dengan SKK Migas untuk menjajaki kemungkinan penambahan kargo LNG baru di masa mendatang. 

“Pengelolaan komoditas tentunya memerlukan perencanaan dan pertimbangan dinamika pasar, baik dari pemasok maupun konsumen yang akan menyerap volume tersebut,” ujarnya. 

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Yustin Gunawan mengatakan, harga LNG relatif lebih mahal dibandingkan gas bumi. Apalagi, jumlah gas bumi yang diberikan berdasarkan massa asli (HGBT) lebih sedikit dari kontrak minimum jual beli gas (PJBG).  

Menurut Justin, pengguna industri biasanya terjebak antara membayar volume minimum yang dikontrak, meskipun penggunaan sebenarnya kurang dari minimum yang dikontrak, atau membayar harga untuk selisih antara porsi HGBT dari rezim dan konsumsi riil. 

Suka tidak suka, industri membayar sesuai kinerja, yaitu proyek HGBT dan proyek LNG yang menjaga komitmen terhadap pelanggan dalam dan luar negeri, kata Justin, saat dihubungi, Kamis (18/4/2024).  

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel