Bisnis.com, Jakarta – Perbankan tercatat akan gencar mencari pendanaan dari sumber non pendanaan (DPK) pihak ketiga pada semester I 2024 seiring ketatnya likuiditas.

Berdasarkan Laporan Perkembangan Pasar Keuangan yang diterbitkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), penggunaan sumber pendanaan bank non-DPC meningkat 12,69% year-on-year (YoY) menjadi Rp 600,02 triliun pada Juni 2024. 

Peningkatan sumber pendanaan kembali disumbang oleh pinjaman atau pembiayaan sebesar Rp62,62 triliun dan kewajiban bank lain sebesar Rp21,61 triliun. 

“Sumber pembiayaan non-DPC dapat menjadi alternatif untuk mendukung penyaluran kredit. Penggunaan pembiayaan non-DPC masih didominasi oleh bank-bank menengah dan besar untuk memperbaiki struktur pembiayaan jangka panjang,” tulis LPS dalam laporannya beberapa waktu lalu.

LPS memperkirakan pembiayaan non DPK akan tetap digunakan untuk penyaluran kredit seiring ekspansi perbankan, meski kondisi likuiditas perbankan masih memadai. 

Namun perbedaan cost of fund dari non-DPC dibandingkan dengan penggalangan DPC akan menjadi pertimbangan perbankan untuk menambah sumber dana non-DPC.

Selain itu, risiko ketidakpastian dapat mendorong volatilitas pasar keuangan dan arah kebijakan suku bunga acuan yang masih tinggi akan mempengaruhi perilaku perbankan dan selera akses terhadap sumber pendanaan non-DPC.

Pergerakan bank untuk menerima uang dari non-DPC terjadi seiring dengan ketatnya likuiditas. Direktur Eksekutif Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Diane Ediana Ray mengatakan, di tengah tren kenaikan suku bunga acuan, DPK perbankan terus tumbuh.

Namun pertumbuhan DPK perbankan masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit. Tercatat pada Mei 2024, kredit tumbuh dua digit 12,15% dan mencapai Rp 7.376 triliun.

Sedangkan DPK tumbuh 8,63% year-on-year mencapai Rp 8,6999 triliun. Artinya ada kesenjangan antara pertumbuhan kredit dan DPK. 

“Kesenjangan antara pertumbuhan kredit dan DPK menyebabkan bank harus menjual surat berharga dan mengurangi alat likuid. Hal ini juga memberikan tekanan pada likuiditas perbankan,” kata Diane dalam tanggapan tertulisnya pada Juni lalu (15/6/2024).

Menurut dia, terjadi penurunan rasio likuiditas perbankan meski masih jauh di atas ambang batas dan berada pada level yang lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi.

Berdasarkan catatan OJK, alat likuid/DPC per Mei 2024 mencapai 25,78%, naik dari per Mei 2023 sebesar 27,52%, meski angka tersebut jauh di atas ambang batas 10%. 

Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) Nixon LP. Napitupulu juga mengatakan likuiditas saat ini mahal. Untuk mengantisipasi tren likuiditas yang tinggi, sejumlah tujuan bisnis perbankan dikurangi. 

“Ekspansi kredit terus kita kurangi karena cost of money mahal. Kita belum tahu kapan dikurangi,” ujarnya beberapa waktu lalu dalam rapat dengar pendapat Komisi VI DPR RI.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel