Bisnis.com, Singapura – Perusahaan teknologi global yang berbasis di Amerika Serikat, IBM, mengungkap alasan di balik sulitnya mengadopsi teknologi kecerdasan buatan (AI) di negara-negara Asia-Pasifik, termasuk Indonesia.
Hans Dekkers, Managing Director, IBM APAC, menyoroti tantangan yang dihadapi perusahaan di kawasan Asia Pasifik dalam mengadopsi teknologi baru ini.
Pertama, kompleksitas pengembangan kecerdasan buatan semakin kompleks. Semua dunia usaha dan pemerintah menghadapi situasi berbeda yang meningkatkan tingkat kompleksitasnya.
Kedua, jumlah data yang terus bertambah. Situasi ini telah berlangsung selama 15 hingga 20 tahun, kata Decker. Namun situasi saat ini sangat penting.
“Tahun depan, kita akan memiliki data dua hingga tiga kali lebih banyak dibandingkan yang kita miliki sekarang,” ujarnya saat peluncuran IBM Think 2024 Singapura, Kamis (15/8/2024).
Yang ketiga adalah otomatisasi. Masalah ini terkait dengan tantangan sebelumnya. Karena dengan meningkatnya jumlah data dan lingkungan yang semakin kompleks, otomatisasi diperlukan agar proses yang dikelola menjadi efektif.
Lanjutnya, tantangan keempat adalah tersedianya keterampilan dan pengalaman pekerja di bidang teknologi, termasuk kecerdasan buatan.
Hal ini merupakan permasalahan utama yang perlu disoroti, kata Dekker, karena ketersediaan sumber daya berpengalaman yang diperlukan untuk mengelola kompleksitas tinggi di tengah pesatnya perkembangan industri dan adaptasi yang semakin sulit.
Selain itu, tantangan terakhir berkaitan dengan keamanan, yang menurutnya sangat penting dalam penggunaan dan adopsi teknologi AI. Asia Tenggara
Sementara itu, Catherine Lin, General Manager IBM di kawasan ASEAN, mengatakan ada aspek yang lebih spesifik yang menjadi tantangan bagi organisasi dan perusahaan di Asia Tenggara dalam proses penerapan AI.
Ia juga menyoroti kesiapan para talenta di kawasan ini untuk memanfaatkan kecerdasan buatan sebaik-baiknya dalam operasional bisnis mereka. Situasi ini perlu segera diatasi karena banyak organisasi menyadari pentingnya akreditasi ini dalam waktu dekat.
Tantangan lainnya terkait dengan kerangka kerja dan tata kelola AI. Ini mencakup aspek cara memperoleh dan mengumpulkan data, cara menggunakan kecerdasan buatan untuk mengoperasikan dan mengelola data, keamanan, dan privasi.
Selain itu, Lian mengatakan tantangan pengembangan AI di kawasan ASEAN adalah bahasa atau wilayahnya. Diakuinya, hal ini dikarenakan sebagian besar model AI saat ini masih menggunakan bahasa Inggris sebagai domain utamanya.
Untungnya, banyak startup saat ini yang mulai mengembangkan model bahasa besar (LLM) dalam bahasa lokal. “Itulah mengapa kami [IBM] banyak bekerja sama dengan mereka,” tambahnya.
Permasalahan lain yang juga menjadi permasalahan di beberapa perusahaan ASEAN adalah pengelolaan perubahan yang terjadi, kata Abraham Thomas, Managing Partner IBM Consulting ASEAN. Menurutnya, salah satu penyebab proyek teknologi sering gagal adalah ketakutan bahwa kecerdasan buatan akan menggantikan pekerjaan atau setidaknya mengubah sistem yang ada selama ini.
Tentu saja hal ini bukan karena adopsi teknologi AI yang lebih baik, lanjutnya. Faktanya, AI dapat meningkatkan produktivitas dan membuat alur kerja menjadi lebih efisien.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel