Bisnis.com, JAKARTA – Peristiwa langka terjadi di Gurun Sahara, salah satu tempat terkering di dunia, dengan banjir dan hujan lebat yang tidak biasa.
Laporan Life Sciences Tidak jelas mengapa gurun mendapat begitu banyak hujan, tapi mungkin ada hubungannya dengan musim badai Atlantik yang tenang, kata para ilmuwan.
Hujan turun sangat deras sehingga sebagian wilayah Afrika Utara yang biasanya kering kini menghadapi musim hujan dan banjir, sementara sebagian Sahara diperkirakan menerima curah hujan lima kali lipat dari rata-rata curah hujan pada bulan September.
Hujan di Sahara umumnya tidak umum terjadi.
Namun kini sebagian besar wilayah Sahara terendam banjir, termasuk wilayah utara yang biasanya lebih kering, tambah Armon.
Beberapa ilmuwan mengatakan hal ini adalah bagian dari perubahan iklim alami yang terjadi di bumi, sementara yang lain mengatakan hal ini disebabkan oleh perubahan iklim yang disebabkan oleh ulah manusia.
Perubahan iklim di Sahara mungkin terkait dengan lemahnya musim badai Atlantik. Musim badai tahun ini sejauh ini tenang, meskipun ada prediksi awal musim panas akan adanya aktivitas badai yang intens karena suhu laut yang tinggi. Ahli meteorologi mencatat bahwa ini adalah akhir pekan Hari Buruh pertama dalam 27 tahun tanpa adanya badai di Atlantik.
Lebih dari separuh badai yang disebutkan dan 80% hingga 85% badai besar di Samudra Atlantik setiap tahun biasanya berasal dari wilayah selatan Sahara, kata Jason Dunion, ahli meteorologi di National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).
Namun, puncak musim badai Atlantik biasanya terjadi pada pertengahan September, sehingga jeda musim ini tidak berarti badai Atlantik yang kuat dan berbahaya tidak dapat terjadi lagi.
Pada saat yang sama, curah hujan yang sangat deras di Sahara juga dapat disebabkan oleh air yang lebih hangat dari biasanya di Samudra Atlantik Utara dan Laut Mediterania.
Ketika salah satu peristiwa hujan langka ini terjadi, dan sistem cuaca bergerak di wilayah lautan atau daratan yang lebih hangat, kemungkinan terjadinya hujan lebat akan meningkat.
Dan kondisi Sahara mungkin akan tetap basah di masa depan. Aktivitas manusia, khususnya gas rumah kaca, mendorong lautan menyerap lebih banyak panas.
Beberapa model iklim memperkirakan bahwa lautan yang lebih hangat akan memindahkan lebih banyak hujan monsun ke Afrika Utara pada tahun 2100, yang berarti lebih banyak hujan akan turun di wilayah yang lebih kering.
Model iklim juga memperkirakan bahwa peningkatan emisi gas rumah kaca dapat menjadikan Sahara lebih basah di masa depan.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel