Bisnis.com, JAKARTA — Kredit macet di Bank Ekonomi Rakyat (BPR) semakin meningkat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah menyiapkan langkah antisipasi peningkatan kredit macet di ACA.

Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis OJK, rasio kredit bermasalah (NPL) termasuk kredit macet bagi ACA meningkat menjadi 10,7% pada Maret 2024. Pada periode yang sama tahun lalu atau Maret 2023, NPL ACA masih berada pada level yang tinggi. . tingkat 8,51%.

NPL ACA juga bergerak lambat pada tahun ini, dimana pada Januari 2024 dan Februari 2024 masing-masing sebesar 10,25% dan 10,55%.

Kepala Eksekutif Manajemen Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, ACA sebagai lembaga intermediasi yang melakukan kegiatan usaha dalam menghimpun dan menyalurkan dana dari dan ke masyarakat, perlu berpegang pada prinsip kehati-hatian. 

Bank harus memiliki kebijakan perkreditan, penilaian kualitas kredit, serta profesionalisme dan integritas Direksi, Dewan Komisaris dan pegawai di bidang perkreditan agar kualitas kredit tetap lancar.

Untuk menjaga kualitas pinjaman ACA, OJK juga telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) No. 1 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset Bank Ekonomi Rakyat. Undang-undang ini merupakan penyempurnaan dari POJK-POJK sebelumnya. 

Peraturan tersebut juga berfungsi sebagai penilaian terhadap permasalahan dan solusi pemberian kredit ACA pasca pandemi Covid-19. Apalagi aturan tersebut sejalan dengan undang-undang terbaru dan menyempurnakan aturan berdasarkan aturan.

“BPR perlu memastikan pengelolaan aset, khususnya aset produktif berupa kredit yang diberikan, dilakukan sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko,” ujarnya dalam tanggapan tertulis, Jumat (14/6/2024). ). . .

Sebelumnya, Dian juga mengatakan, ada beberapa penyebab meningkatnya NPL di ACA. “Peningkatan NPL ACA antara lain disebabkan oleh berakhirnya kebijakan restrukturisasi dan semakin kompetitifnya bisnis debitur sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya risiko kredit,” ujarnya.

Namun menurutnya, upaya telah dilakukan untuk mengurangi dampak negatif kenaikan rasio NPL. Misalnya, rasio permodalan ACA dinilai memadai dengan rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 32,6%.

“Rasio CAR yang berada di atas ambang batas menunjukkan ACA memiliki ketahanan permodalan yang mampu menyerap risiko yang dihadapi, khususnya risiko kredit,” kata Dian.

Selain itu, untuk mengurangi risiko kredit, BPR juga dinilai aktif membentuk cadangan kerugian sebagai penyangga jika kualitas kredit memburuk.

General Manager Persatuan Bank Ekonomi Rakyat Indonesia (Perbarindo) Tedy Alamsyah mengatakan, ACA selama ini menghadapi banyak tantangan. Dalam kasus kredit bermasalah, misalnya, ACA menghadapi tantangan kebijakan restrukturisasi akibat Covid-19.

“Beberapa pelaku industri telah mengurangi restrukturisasi pinjaman karena berkurangnya Covid-19, sehingga pinjaman yang ada dapat direstrukturisasi sehingga menyebabkan NPL meningkat,” ujarnya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel