Bisnis.com, JAKARTA – Pemasok baja PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) membukukan penurunan laba hingga tahun 2023. KRAS juga membukukan rugi bersih dari laba sebelumnya.

Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2023, otoritas publik ini memiliki pendapatan sebesar $1,45 miliar atau setara Rp 22,44 miliar (tukar Jisdor Rp 15.439 per dolar). Jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar 35,05% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$2,23 miliar.

Krakatau Steel menyumbang penjualan lokal sebesar US$1,19 miliar, turun 30,57% dibandingkan periode yang sama tahun 2022 sebesar US$1,72 miliar. Pada periode ini, penjualan penerbitan dan code sharing KRAS di luar negeri mencapai US$54,38 juta, mengalami perubahan 82,32% dari US$307,54 juta pada year or year (yoy).

Secara kategori, penjualan produk baja penjualan KRAS masih kuat. Pada Desember 2023, KRAS menyebutkan pendapatan dari sektor produk baja bisa mencapai $1,24 miliar.

Sektor lain yang menyumbang laba bersih KRAS adalah sektor konstruksi sebesar US$182,79 juta, sektor teknik dan konstruksi sebesar US$7,07 juta, dan jasa logistik sebesar US$5,95 juta.

Penurunan pendapatan ini menyebabkan laba usaha Krakatau Ferro pada tahun 2023 menjadi US$8,04 juta dari positif US$34,30 juta pada tahun 2022.

Akibat penurunan pendapatan dan laba usaha, KRAS mencatatkan kerugian sebesar US$ 130,21 juta atau setara Rp 2,01 triliun pada tahun 2022 yaitu sebesar US$ 19,47 juta atau setara Rp 300,65 miliar.

Sebelumnya PT Krakatau Steel Tbk. (KRAS) banyak melaksanakan rencana pelaksanaan financial drink pada tahun 2024, salah satunya proyek yang bisa dilakukan di Kota Ibu Kota Negara (IKN) negara. 

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Tardi mengakui kinerja keuangan tahun 2023 tidak lebih baik dari tahun 2022. Pasalnya, perseroan masih menghadapi banyak tekanan, mulai dari lemahnya pasar dunia hingga penurunan permintaan baja.

Sementara itu, pelaksanaan perseroan juga terjadi karena pabrik Hot Strip Mill 1 (HSM 1) masih bermasalah. Diketahui, HSM1 mengalami kerusakan bangunan pada masa transisi karena bangunan milik perusahaan tersebut berhenti berfungsi.

Namun, dia mengatakan perusahaan telah berbuat banyak untuk mengurangi tekanan tersebut. Misalnya saja optimalisasi holding di bawah Krakatau Steel untuk penyempurnaan proyek di IKN Nusantara. 

“Besarnya energi yang digunakan dalam proyek-proyek IKN memberikan kontribusi yang besar,” ujarnya dalam paparan publik baru-baru ini.

Tak hanya itu, Tardi menjelaskan perseroan juga akan mengoptimalkan kinerja dana seperti PT Krakatau Sarana Infrastruktur.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel