Bisnis.com, JAKARTA – Simpanan nasabah di perbankan atau dana pihak ketiga (DPK) bank mencapai nilai Rp 8.448,1 triliun pada semester I 2024. Sementara itu, kinerja DPK Banking ditopang oleh pertumbuhan simpanan nasabah korporasi yang pesat. . 

Berdasarkan Laporan Tinjauan Keuangan yang dirilis Bank Indonesia (BI), penghimpunan DPK pada Juni 2024 tercatat sebesar Rp8.448,1 triliun, setelah secara bulanan sudah tumbuh sebesar 8,5%, secara tahunan (year-on-year/yoy). sebesar 8,3%. yoy 

“Pertumbuhan DPK didorong oleh pertumbuhan DPK perseroan sebesar 20,7% yoy,” tulis laporan BI, Senin (23/7/2024). Simpanan nasabah institusi pada Juni 2024 sedikit meningkat sebesar 20,3% dari bulan sebelumnya.

Sementara itu, DPK individu hanya tumbuh 1,7% yoy pada Juni 2024, melambat dibandingkan 2% pada bulan sebelumnya.

Berdasarkan jenis tabungan, tabungan giro tumbuh 12,7% yoy pada Juni 2024 setelah tumbuh 14,7% yoy pada bulan sebelumnya. Tabungan tumbuh sebesar 5,7% yoy dibandingkan 5% yoy pada bulan sebelumnya. 

Sementara tabungan berjangka atau deposito menunjukkan pertumbuhan 7,3% yoy pada Mei 2024, naik dari pertumbuhan 6,9% yoy pada Mei 2024. 

Dari sisi mata uang, pada semester I-2024 terjadi penurunan baik rupee maupun simpanan mata uang asing (valas). Tabungan rupee dilaporkan tumbuh 6,4% yoy dibandingkan 6,6% yoy pada bulan sebelumnya. Kemudian simpanan devisa sedikit menurun menjadi 19,6% yoy dibandingkan 19,7% pada bulan sebelumnya.

Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Juda Agung mengatakan pertumbuhan DPK tertinggi disumbang oleh simpanan nasabah institusi. Artinya, perusahaan untung, mereka menaruh banyak uang di DPK, katanya.

Meski demikian, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai penumpukan simpanan korporasi merupakan tanda perseroan menunda ekspansi.

“Kalau begitu, dampak dari kondisi tersebut adalah bunga yang dibayarkan perbankan bisa memberatkan seiring menurunnya kredit korporasi,” ujarnya.

Dia mengatakan sebelumnya, tren kinerja kredit juga mungkin mengalami penurunan menjelang akhir tahun karena kondisi geopolitik, tingginya suku bunga dan kondisi perekonomian serta rendahnya daya beli. “Persoalan lain bagi perbankan adalah terkait likuiditas yang perlu dijaga kondisinya agar tetap baik,” ujarnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel