Bisnis.com, JAKARTA – Penerbitan obligasi korporasi mencatatkan pertumbuhan pesat selama sepuluh tahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), presiden ketujuh Republik Indonesia. Lantas, bagaimana prediksi penerbitan obligasi korporasi di era pemerintahan baru Presiden RI Prabowo Subianto?

Suhindarto Jokowi, kepala departemen riset ekonomi PT Pemeringkat Efek (Pefindo), telah melihat peningkatan pesat dalam penerbitan obligasi, terutama pada tahun 2016 ketika rencana strategis nasional untuk pembangunan infrastruktur skala besar dilaksanakan.

“Penyelesaian proyek infrastruktur besar mendorong perusahaan untuk menerbitkan obligasi,” kata Suhindedo dalam konferensi pers, Kamis (24 Oktober 2024).

Suhinderdo mengatakan, penerbitan surat utang sebelum 2016 tidak melebihi tiga digit atau Rp 100 triliun. Pada saat yang sama, menurut laporan Befindo, penerbitan obligasi korporasi mencapai 114 triliun rupiah pada tahun 2016, meningkat secara year-on-year sebesar 81,81% dari tahun sebelumnya sebesar 62,7 triliun rupiah.

Pada tahun-tahun berikutnya, penerbitan pinjaman korporasi mencapai Rp 100 juta per tahun. “Pada tahun 2016 hingga 2024, BUMN akan menerbitkan beberapa obligasi, juga untuk pendanaannya,” kata Suhinderdo.

Pada tahun 2020, penerbitan obligasi korporasi melambat di tengah pandemi Covid-19, dengan penerbitan sebesar Rp 88 triliun. Kemudian, pada Januari 2024 hingga September 2024, nilai penerbitan surat utang korporasi mencapai Rp 93,4 triliun.

Sementara itu, di bawah pemerintahan baru Prabowo, ia memperkirakan pinjaman korporasi akan berjumlah besar. Salah satu pendorong penerbitan obligasi korporasi di era Prabowo adalah jatuh tempo utang yang akan sangat tinggi dalam dua hingga tiga tahun ke depan.

Selain itu, kebijakan suku bunga acuan saat ini akan mengalami tren pelonggaran. “Suku bunga kemungkinan besar akan turun dan akan terus turun dalam waktu dekat. Bank Indonesia juga akan mengikuti pola penurunan [suku bunga] yang dilakukan bank sentral,” kata Suhinderdo.

Analis Befindo Martin Pandiangan mengatakan siklus kebijakan moneter yang sudah memasuki fase pelonggaran diperkirakan akan membawa sentimen positif dan memperkuat rencana refinancing perseroan.

Premi risiko juga kemungkinan akan menurun seiring dengan mulai meredanya siklus suku bunga. Sikap ini mengurangi leverage keuangan bisnis.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel