Bisnis.com, Jakarta – Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) mencatat pangsa fintech P2P lending syariah di Indonesia masih sangat kecil dibandingkan P2P lending tradisional. Industri ini muncul dari terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang ditandatangani pada 28 Desember 2016 dan baru mulai beroperasi pada tahun 2017.
Ketua Umum AFSI Ronald Yusuf Wijaya mengatakan, kecilnya pendanaan P2P Pinjaman Syariah merupakan hal yang wajar karena saat ini penyelenggara P2P Pinjaman Syariah hanya ada 7 orang dibandingkan dengan yang tradisional yang memiliki 91 penyelenggara.
“Saat ini data terkini berkisar Rp 12 triliun, masih jauh dari angka konvensional saat ini yang berkisar Rp 950 triliun,” kata Ronald saat ditemui usai acara National Fintics Month di Mall Casablanca, Jakarta, Senin. (11/11/2024). ).
Kecilnya pembiayaan P2P loan syariah ini setara dengan jumlah peminjam atau peminjam yang berjumlah sekitar satu juta orang dari total jumlah peminjam di industri P2P lending yang mencapai 135 juta orang.
Ronald menjelaskan, tantangan terbesar dalam mencegah penetrasi P2P Syariah lending adalah masalah literasi masyarakat. Menurutnya, edukasi melalui konten media sosial saja tidak cukup. Oleh karena itu, katanya, acara Bulan FinTech Nasional sangat penting dalam rangka pendidikan kewarganegaraan.
Harapannya, masyarakat yang belum paham paham, oh, ada fintech syariah. Fintech syariah itu beda dengan yang namanya P2P lending, pembayaran, crowdfunding, tegasnya.
Sementara itu, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total aset tujuh penyedia pinjaman P2P Syariah per Agustus 2024 berjumlah Rp 174 miliar atau hanya 2,1% dari total aset yang dimiliki industri. Sedangkan total aset yang dimiliki 91 penyelenggara P2P lending tradisional mencapai Rp7,92 triliun atau 97,84% dari total aset industri P2P lending.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel