Bisnis.com, Jakarta – Konsensus para ekonom memperkirakan neraca perdagangan Indonesia akan mencapai US$2,8 miliar pada September 2024, menjadi surplus untuk ke-53 kalinya berturut-turut.  

Hasil konsensus ekonom Bloomberg untuk 26 perusahaan menyebutkan nilai rata-rata sebesar US$2,8 miliar. Perkiraan tertinggi adalah US$3,6 miliar oleh JPMorgan Chase Bank. 

Sementara estimasi terendah kenaikan neraca perdagangan September 2024 masih sebesar USD 1,1 miliar dari Deutsche Bank AG.

Kepala Ekonom PT Bank Permata Joshua Parded memperkirakan neraca perdagangan Indonesia akan lebih tinggi dari perkiraan median, yaitu US$2,92 miliar. Perkiraan tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan realisasi neraca perdagangan Agustus 2024 sebesar US$ 2,9 miliar. 

Joshua mengatakan, surplus tersebut berasal dari kinerja nilai ekspor bulanan yang melebihi nilai impor. Meskipun ekspor diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 3,85% (Bulan-Bulan/MtM), namun secara tahunan laju ekspor (YoY/YoY) diperkirakan tumbuh sebesar 9,21%. 

Harga batu bara tidak lebih tinggi dibandingkan bulan yang sama tahun lalu, dan Indeks Manajer Pembelian Manufaktur (PMI) mitra dagang seperti Tiongkok, AS, dan Eropa masih menggembirakan karena berada pada atau di bawah 50. zona kontraksi. 

“Terlihat dari PMI manufaktur sebagian besar mitra dagang utama Indonesia, laju kontraksi bulanan di bulan September mempengaruhi tren penurunan aktivitas manufaktur global,” ujarnya, Selasa (15/10/2024). 

Operasi impor dan harga komoditas sangatlah penting

Sejalan dengan ekspor bulanan, kinerja impor bulanan diperkirakan turun 4,5% MtM, sedangkan laju impor tahunan diperkirakan meningkat 13,8%. 

Joshua menduga anjloknya impor minyak, gas, dan nonmigas pada September turut mempengaruhi penurunan kinerja impor. Hal ini disebabkan harga minyak Brent global pada September 2024 tercatat -7,6% MtM, sedangkan impor gas nonmigas juga mengalami penurunan musiman sepanjang periode tersebut. 

Diperkirakan bernilai US$2,9 miliar, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) Andriy Azmoro mengatakan neraca perdagangan akan surplus dengan kontraksi impor yang lebih dalam dibandingkan ekspor secara bulanan.

Secara tahunan, ekspor diperkirakan meningkat sebesar 9,24% dan impor sebesar 13,95% akibat base effect pada September 2023, turun 12,5% year-on-year.

Penurunan ekspor bulanan didorong oleh kontraksi harga batu bara dan nikel yang cukup dalam masing-masing sebesar -3,9% dan -1% MtM, atau masih tumbuh positif sebesar 12,2% dan 17,9% y-o-y. Sementara itu, harga CPO meningkat sebesar 6,2% MtM atau 19,5% YoY.

Selain itu, penurunan impor bulanan menyebabkan penurunan harga minyak sebesar 7,6% MtM atau 21,3% YoY.

Peningkatan impor tahunan tercermin pada Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia yang naik tipis menjadi 49,2 pada September 2024, dari 48,9 pada bulan sebelumnya. 

Hosiana Iwalita Situmorang, Ekonom Bank Danamon Indonesia, melihat kinerja impor dan ekspor tetap kuat dan mempertahankan surplus sebesar US$2,8 miliar. 

“Dari sisi impor, aktivitas dalam negeri sejalan dengan rebound yang tercermin dari rilis rebound PMI manufaktur dan persiapan manufaktur di akhir tahun,” ujarnya. 

Rupee memperkuat impor

Berbeda dengan ketiga ekonom sebelumnya, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia TBK. (BBCA) David Sumuel justru mencatat surplus perdagangan sebesar US$3,14 miliar. 

Selain fluktuasi harga komoditas utama di Indonesia, penguatan nilai tukar rupiah juga berdampak tersendiri bagi lembaga perdagangan internasional. 

Jika rupee berdampak, importir memanfaatkan peluang ini untuk memenuhi kebutuhan operasional mereka.

“Impor kebutuhan bahan baku meningkat signifikan karena importir memanfaatkan murahnya nilai tukar rupiah,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (14/10/2024). 

Per 20 September 2024, rupee terapresiasi 0,85% secara tahunan dan berada di level Rp 15.200 per dolar AS. 

Hal ini seiring dengan penurunan BI rate menjadi 6 persen dan melemahnya indeks dolar AS. 

Perkiraan konsensus para ekonom untuk neraca perdagangan September 2024

Sumber: Bloomberg 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel