Bisnis.com, JAKARTA – Emiten BUMN Konstruksi PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) saat ini sedang mengajukan tuntutan terkait pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung Whoosh sekitar Rp 5 triliun. 

Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya Mahendra Vijaya mengatakan, proses pengajuan saat ini sedang dibahas dengan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) selaku operator proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung.

Padahal, saat ini WIKA sedang mencari cost overruns (kereta cepat), ujarnya saat ditemui Bisnis di Jakarta, baru-baru ini.

Sekadar informasi, KCIC merupakan perusahaan patungan yang didirikan oleh konsorsium Indonesia, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), dengan kepemilikan saham sebesar 60%, sedangkan sisanya dimiliki oleh konsorsium Tiongkok.  

Pemilik PSBI terdiri dari badan usaha milik negara antara lain PT Kereta Api Indonesia (KAI), Wijaya Karya, PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (JSMR) dan PT Perkebunan Nusantara VIII. Pada saat yang sama, WIKA tercatat memiliki 38% saham PSBI.

“Investasinya [modal] Rp 6,1 triliun, lalu nilai klaim kita Rp 5 triliun, yang tadi disampaikan Dirut [Direktur WIKA], itu penyelesaiannya yang sedang dibicarakan dengan KCIC,” kata Mahendra.

Sebelumnya, Direktur Utama Wijaya Karya Agung Budi Waskito mengatakan proyek kereta cepat Jakarta – Bandung menjadi salah satu penyebab kerugian perusahaan semakin besar.

Menurut Agung, ada dua komponen utama yang mempengaruhi keuangan perseroan pada 2023, yakni biaya bunga yang cukup tinggi dan beban lain-lain akibat kerugian PSBI.

“Ada dua komponen dalam laporan itu, pertama biaya bunga yang cukup tinggi, kedua biaya lain-lain yang sudah kita catat kerugian PSBI atau kereta cepat mulai tahun 2022 dan seterusnya yang setiap tahunnya juga cukup tinggi,” ujarnya. laporan bersama. Komisi VI DPR RI dalam keterangannya, Senin (7 Agustus 2024).

Sepanjang tahun lalu, WIKA membukukan rugi bersih sebesar Rp7,12 triliun. Jumlah tersebut meningkat dari posisi tahun 2022 sebesar Rp 59,59 miliar. Sedangkan beban lain-lain meningkat 310,16% menjadi Rp5,4 triliun.

“Bahkan yang terbesar karena dalam penyelesaian Jakarta – Bandung Kecepatan Tinggi​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​Bagiannya adalah 6,1 triliun IDR, lalu apa yang masih disengketakan atau tidak dibayar adalah sekitar 5,5 triliun IDR, sehingga hampir 12 triliun IDR, “kata Agung.  

Dihubungi terpisah, Eva Chairunisa, Corporate Secretary GM KCIC, mengatakan segala sesuatu yang berkaitan dengan akuntansi KCIC harus melalui prosedur administrasi. 

Agar semuanya bisa diperhitungkan dengan benar, juga dari segi finansial, sesuai dengan pengelolaan atau tata kelola perusahaan yang baik, kata Eva. 

Sementara berdasarkan laporan keuangan WIKA akhir Maret 2024, perseroan menjelaskan KSO WIKA-CRIC-CRDCCREC-CRSC telah mencatatkan saldo PDPK sebesar Rp5,01 triliun untuk proyek kereta cepat KCIC. merupakan klaim biaya 31 Desember 2023. 

Manajemen menyatakan persyaratan tersebut masih dalam proses negosiasi hingga tanggal persetujuan laporan keuangan konsolidasi. Dalam laporan keuangannya, WIKA mengumumkan akan melanjutkan tindakan kompensasinya melalui arbitrase pihak ketiga. 

Pembengkakan WHOOSH CHARGE

Dalam laporan bisnis sebelumnya, CEO KCIC Dwiyana Slamet Riyadi menjelaskan, pihaknya telah menyepakati besaran setoran modal yang akan diberikan untuk menutupi kenaikan biaya proyek Kereta Cepat Whoosh.

Dia mengatakan bahwa dari kenaikan biaya sebesar $1,2 miliar yang disepakati untuk proyek kereta kecepatan tinggi, 40%, atau $480 juta, dibayar oleh konsorsium Tiongkok yang merupakan pemegang saham KCIC.

Dari jumlah tersebut, Dwiyana mengatakan konsorsium Tiongkok membayar 25 persen atau sekitar $120 juta. Dengan demikian, jumlah investasi modal yang tidak diserahkan ke KCIC adalah sekitar $360 juta.

“Kurang dari 75%, mereka sudah menyetor 25%. Kita harapkan April ini diberikan,” kata Dwiyana saat ditemui di Stasiun Gambir, Jakarta, awal April 2024.

Sementara itu, dia memastikan konsorsium Indonesia telah memenuhi 60 persen kewajiban pembayaran pembengkakan biaya Whoosh. Lebih spesifiknya, 25% dibayarkan dari dana PT KAI selaku pimpinan konsorsium. Sebaliknya, sebanyak 75% dibayar dengan pinjaman yang disepakati dengan China Development Bank (CDB).

PT KAI juga mendapat pinjaman dari CDB senilai Rp 6,98 triliun pada Februari 2024 untuk menutupi pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Whoosh Jakarta – Bandung.

Berdasarkan informasi yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI), pembayaran pinjaman CDB kepada KAI dibagi menjadi dua pengaturan. Pertama adalah Fasilitas A senilai US$230.995.000 atau sekitar 3,60 triliun rupiah.

Sedangkan Fasilitas B mencapai US$217.080.000 atau Rp3,38 triliun. Total pinjaman yang diterima KAI dari CDB sekitar Rp 6,98 triliun. 

“Pembayarannya segera diteruskan ke PSBI pada 7 Februari 2024,” kata Vice President Corporate Secretary KAI Raden Agus Dwinanto.

————————-

Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan untuk mendorong Anda membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Periksa Google Berita dan Saluran WA untuk berita dan artikel lainnya