Bisnis.com, JAKARTA – Perselisihan terkait PHK massal yang melibatkan pegawai PT Bank Commonwealth (PTBC) terus berlanjut. 

Baru-baru ini, kedua pihak dalam hal ini Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Pilihan) dan Manajemen PTBC disuruh mempertemukan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dalam upaya mengambil keputusan melalui musyawarah mufakat pada 31 Juli 2024.

“Belum ada kesepakatan,” kata Presiden Rogha Saepul Tawip kepada Bisnis, Senin (5/8/2024). 

Sementara itu, salah satu poin yang dibahas adalah Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) yang akan dipertimbangkan Manajemen PTBC sebagai bagian dari pembayaran pesangon.

Sekadar informasi, DPLK merupakan dana pensiun yang didirikan oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program Pensiun Iuran Pasti kepada perorangan, pegawai, dan wiraswasta.

Saepul mengatakan Commonwealth Bank masih berstatus DPLK dan dana hasil pengembangannya dimasukkan sebagai exit payment.

Sementara itu, Rogha berpendapat DPLK harus dipisahkan dari uang pensiun karena uang tersebut sah menjadi milik pegawai.

Menurut Saepul, baik itu aksi akuisisi perusahaan atau bukan, DPLK tetap soal pegawai. Pegawai yang melanggar peraturan perusahaan, melakukan tindak pidana, atau mengundurkan diri pun tetap mendapat DPLK.

Oleh karena itu, jika DPLK dihitung sebagai bagian dari pesangon, sama saja dengan perusahaan yang membayar uang jaminan tetapi mengambilnya dari uang karyawan sendiri. Sangat tidak adil, katanya. 

PTBC merupakan merger menjadi PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP) menyebabkan PHK massal ribuan karyawan PTBC. Proses penolakannya bahkan dilakukan secara bertahap sejak April 2024 hingga akuisisi berakhir pada Desember 2024.

Dalam hal ini, manajemen PTBC menawarkan kompensasi berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, uang pesangon dan polis tambahan untuk masa kerja tertentu.

Namun dalam perkembangannya, Manajemen PTBC memutuskan untuk memasukkan DPLK sebagai bagian dari pembayaran pesangon. 

Saepul kemudian menilai keputusan tersebut sangat salah. Pasalnya, nilai pesangon yang diterima akan semakin berkurang seiring dikuranginya DPLK. 

Sekadar informasi, ketentuan DPLK hanya sebagian dari pesangon yang diatur sejak terbitnya Peraturan (PP) No.  

Saepul berpendapat, jika PTBC ingin menjadikan DPLK sebagai bagian pembayaran simpanan, maka perhitungannya harus dimulai pada tahun 2021 atau sejak terbitnya PP No.35/2021. Artinya, dana DPLK yang sudah dimiliki pegawai, baik diterima maupun tidak, harus dipisahkan setidaknya sejak berlakunya peraturan ini.  

“Kalau uang pesangon diperhitungkan sebagian, di sini masih tahun 2021. (/7/2024).

Selain itu, Perseroan diminta untuk tidak memasukkan dana pembangunan, karena berdasarkan PP No. 35/2021, hanya iuran yang diperhitungkan sebagai bagian pembayaran pesangon, tidak termasuk hasil pembangunan.

Rogha sendiri berencana menempuh jalur hukum jika PTBC tetap menggunakan DPLK sebagai bagian pembayaran pesangon.

Selama permasalahan ketenagakerjaan belum ditemukan solusinya, partai berkeyakinan bahwa segala jenis PHK harus dicegah dan pekerja harus tetap bekerja dan dipekerjakan seperti biasa dengan upah dan hak-hak lain tetap dibayarkan sesuai kebutuhan.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel