Bisnis.com, Jakarta – Berbagai inisiatif dan bisnis sosial yang potensial, baik dari segi profitabilitas maupun sosial dan lingkungan, semakin menarik perhatian investor global, dengan penekanan yang lebih besar pada percepatan solusi iklim.

Usaha sosial, baik yang dilakukan oleh perusahaan, LSM atau organisasi non-pemerintah (LSM), serta inisiatif masyarakat, saat ini menarik bagi banyak investor, termasuk investor institusi, donor atau pemberi hibah, dan bahkan perusahaan modal ventura. Jembatan yang menghubungkan pihak-pihak ini terus dibangun.

Boon Heung Wong, CEO Temasek Foundation, mengatakan bahwa krisis lingkungan hidup mencapai skala yang belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga komunitas bisnis mempercepat pencarian solusi iklim untuk merespons secara lebih efektif melalui investasi, inovasi, dan kolaborasi.

Ia mengatakan badan amal dan investor juga berkomitmen untuk mendukung bisnis berkelanjutan, termasuk Temasek. Patut dicatat bahwa Temasek selektif dalam memberikan dukungan. Menurutnya, dana Temasek terbatas dan penting, namun pengembangannya seringkali fleksibel, sehingga memiliki peluang untuk mendanai berbagai potensi inisiatif tersebut.

Heong Ng menjelaskan, pihaknya memberikan dana hibah sebagai bentuk modal ventura, yakni untuk mendukung uji coba proyek yang berkelanjutan dan berkomitmen secara finansial. Artinya, selama wirausaha sosial memiliki jalur pengembangan yang baik, maka mereka mempunyai peluang besar untuk mendapatkan dukungan selama proses penelitian dan pengembangan.

“Kami berharap dengan modal ventura ini, kami dapat meningkatkan modal dan mendatangkan lebih banyak modal, sehingga kami dapat mendatangkan lebih banyak talenta dan menghadirkan lebih banyak proyek yang berkelanjutan dan terukur secara finansial sehingga kami dapat meningkatkan dampaknya terhadap energi.” dikatakan. Heong Ng menghadiri acara Impact Investing Day di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Minggu (9 Agustus 2024).

Temasek juga menekankan bahwa partisipasi masyarakat dan komunitas lokal dalam inisiatif sosial atau bisnis adalah penuh. Pasalnya, upaya mengatasi permasalahan iklim tidak boleh melupakan aspek keterkaitan antara manusia, alam, dan pembangunannya.

Heong Ng mengatakan penting untuk memiliki perjanjian kemitraan yang dinamis untuk mendorong investasi yang adil dan berkelanjutan. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, filantropi dan wirausaha sosial sangat penting untuk mempercepat upaya memerangi perubahan iklim.

Pemerintah dapat memberikan dukungan melalui peraturan, dan sektor swasta atau filantropi dapat memberikan dukungan melalui pendanaan.

“Ini adalah kunci untuk memobilisasi sumber daya dan memaksimalkan dampak dana filantropi yang terbatas, yang paling baik digunakan untuk mendukung start-up yang inovatif,” kata Heong Ng.

Heong Ng percaya bahwa Indonesia adalah salah satu pionir dalam mengembangkan keuangan campuran karena dapat mengisi berbagai kesenjangan dan mendukung potensi inisiatif wirausaha sosial.

“Di masa depan, semua lembaga keuangan memiliki peran penting di planet ini, memobilisasi sumber daya keuangan, mendorong kerja sama antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, serta mendorong perubahan agar lebih efektif mengatasi perubahan iklim, memulihkan ekosistem, dan keamanan masa depan,” katanya. .

Vivi Yulaswati, Deputi Menteri Kelautan dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, menjelaskan peningkatan jumlah perusahaan dan inisiatif sosial mendorong negara untuk membangun ekosistem ekonomi hijau. Investor tidak hanya mempertimbangkan keuntungan tetapi juga manfaat lingkungan dan sosial.

Vivi mengatakan, dukungan finansial untuk inisiatif-inisiatif tersebut seringkali tidak tersedia secara rutin karena wirausaha dan organisasi sosial seringkali membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menemukan solusi dan produk yang sesuai, terutama dalam hal kelestarian lingkungan dan pemenuhan kebutuhan sosial. Komunitas yang terlibat.

“Seringkali start-up, seperti yang bergerak di sektor pertanian, membutuhkan masa inkubasi, penelitian, dan inovasi, serta membutuhkan jangka waktu yang lebih lama dibandingkan dengan apa yang ditawarkan bank saat ini,” kata Vivi dalam acara Impact Investing Day, Sabtu (7). pada. /9/2024).

Menurut dia, pemerintah bekerjasama dengan perbankan untuk memahami model bisnis dan kemudian memberikan pendanaan tersendiri untuk mendukung proses penelitian dan inovasi.

“Untuk memiliki semacam pendanaan untuk mendukung risiko yang harus diambil oleh teman-teman [usaha sosial] selama proses penelitian dan pengembangan, kemudian melakukan inovasi sebelum produk mereka benar-benar diterima oleh masyarakat dan pasar,” kata Vivi.

Bambang Brodjonegoro, Ketua Badan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Kamar Dagang dan Industri Indonesia, mengatakan pihaknya mengajak dunia usaha untuk memandang bisnis lebih dari sekadar mematuhi aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG).

Bambang percaya bahwa ESG harus menjadi katalis bagi inovasi dan pertumbuhan berkelanjutan. Oleh karena itu, IID berupaya menggabungkan impact driver dan impact Enabler untuk mengembangkan berbagai inisiatif berkelanjutan.

“Ini bukan lagi soal memenuhi standar minimum, tapi soal memimpin inovasi dan menciptakan nilai abadi bagi bisnis, masyarakat, dan planet tempat kita tinggal,” kata Bambang, Minggu (8/9/2024).

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel