Bisnis.com, Jakarta — Dukungan program jaminan sosial nasional terhadap program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) semakin meningkat. Berdasarkan informasi yang diterima Bisnis, pimpinan industri dana pensiun dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merekomendasikan peningkatan dukungan terhadap program JHT dan JP serta penerapan asuransi tambahan dalam waktu dekat. 

Tujuannya adalah meningkatkan rasio iuran JHT dan JP secara bertahap sebagai bagian dari upaya membangun dana pensiun yang berkelanjutan. Sedangkan rencana kenaikan iuran program JP diketahui sebesar 1-1,5%. 

Menanggapi kabar tersebut, Oni Marban, Wakil Direktur Komunikasi Ketenagakerjaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), mengatakan pihaknya menyambut baik kerja sama tersebut. Selain itu, besaran iuran program JHT dan JP BPJS ketenagakerjaan tidak pernah mengalami kenaikan sejak pertama kali diluncurkan. 

Berdasarkan peraturan tersebut, iuran program ONI, JHT dan JP yang sedang berjalan akan dievaluasi setelah minimal tiga tahun. “Kami menyambut baik diskusi pemerintah karena pihak penyelenggara ingin memanfaatkan kontribusi JHT dan JP demi keberlanjutan program,” kata Oni kepada Bisnis, Senin (15 Juli 2024).

BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan seluruh programnya sesuai prinsip SJSN, salah satunya bersifat nirlaba. Oleh karena itu, seiring dengan meningkatnya iuran, maka manfaat yang diterima pekerja secara alami juga meningkat.

Oni menjelaskan, kontribusi program JHT dan JP dapat ditingkatkan melalui dua cara. Pertama, dasar penghitungan iuran BPJS Ketenagakerjaan adalah upah atau gaji yang dilaporkan oleh pekerja. Oleh karena itu, jika terjadi perubahan upah atau gaji pekerja, maka iurannya bisa meningkat. 

“Ketika upah atau gaji pekerja meningkat, otomatis iuran BPJS Ketenagakerjaannya pun meningkat,” kata Oni. 

Kedua, wol yang berkelanjutan dapat meningkat seiring dengan meningkatnya besaran iuran setiap program BPJS Ketenagakerjaan. Namun besaran iurannya hingga saat ini belum mengalami kenaikan. 

Ke depan, Oni yakin, semakin besar iuran maka manfaat yang diterima pekerja juga akan meningkat.

“BPJS menerapkan prinsip SJSN dalam mengelola seluruh programnya, salah satunya bersifat nirlaba, sehingga semakin banyak donasi maka manfaatnya pasti meningkat,” ujarnya. 

Hal ini diamini oleh Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Roswita Nilakurnia yang mengatakan, selama aturan penyesuaian tarif diubah atau ditambah, BPJS Ketenagakerjaan sebagai badan publik siap mengadopsi aturan tersebut.

“Tapi tentu saja [penyesuaian tarif] ini aturan regulator. Kalau belum ada aturan yang jelas, kita belum bisa berasumsi pasti,” ujarnya. 

Hingga berita ini dimuat, belum ada tanggapan dari OJK terkait penyesuaian iuran program JHT dan JP. 

Sementara itu, Direktur Perencanaan Strategis dan Teknologi Informasi BPJS Ketenagakerjaan, Pramodya Erevan Buntoro mengungkapkan, JHT dan JP telah membahas perluasan kemitraan, dengan pihaknya, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sebagai lembaga yang diberi wewenang untuk menyelenggarakan dan mengelolanya. Program JHT dan JP mendukung hal ini sebagai bagian dari upaya untuk lebih melindungi kelas pekerja Indonesia dari penuaan.

“Rencana pelaksanaan, besaran kenaikan premi, dan manfaat tambahan apa saja yang diterima konsumen sedang dibahas dengan pemerintah selaku regulator.” “Pemerintah akan menetapkannya dalam undang-undang/peraturan,” tegasnya. 

Ia meyakinkan, BPJS Ketenagakerjaan akan mempersiapkan implementasi regulasi ke depan, khususnya kebijakan yang berasal dari Undang-Undang (UU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). 

Saat ini iuran JHT BPJS Ketenagakerjaan dibayarkan pemberi kerja sebesar 3,7% dari gaji bulanan dan iuran pekerja sebesar 2% dari gaji bulanan. Sedangkan iuran JP sebesar 2% dari gaji bulanan pemberi kerja dan 1% dari gaji bulanan pekerja.

Sementara Asuransi Sosial Militer Indonesia (Asabri) yang juga menyelenggarakan program JHT dan JP mengatakan saat ini belum ada penyesuaian tarif, namun masih dalam tahap pembahasan. . 

“Belum ada penyesuaian, masih dalam tahap pembahasan,” kata Chief Financial Officer dan Risk Management PT Asabri (Persero) Helmi Imam Sutrivanu usai dikonfirmasi, Senin (15 Juli 2024). 

Helmi mengatakan program JHT dan JP merupakan produk pemerintah yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Oleh karena itu, jika ada penyesuaian premi dan manfaat akan diputuskan oleh pemerintah, ujarnya.

Mereka yakin jika premi asuransi naik maka pendapatan dan aset kelolaannya pasti meningkat. Menurutnya, hal ini baik untuk meningkatkan keberlanjutan program sekaligus memaksimalkan manfaat bagi peserta.

“Asabri sangat mendukung penyesuaian biaya ini. Selain menaikkan tarif penagihan, kebijakan ini dapat meningkatkan besaran manfaat yang diterima peserta, khususnya anggota program iuran pasti,” kata Helmi. 

Sementara itu, PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Sipil (Persero) atau Taspen mengatakan, segala bentuk program JP dan JHT bagi ASN dan ASN merupakan amanah pemerintah. 

Simak berita dan artikel lainnya dari Google News dan WA Channel.