Bisnis.com, JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menyebut lesunya kinerja perusahaan manufaktur pada awal paruh kedua tahun ini disebabkan oleh tekanan eksternal.
Wakil Ketua Kadin Indonesia Yukki Nugrahawan menyebut krisis politik eksternal dan masa harga tinggi menjadi faktor penyebab turunnya permintaan.
Faktanya, kami melihat kondisi fundamental perekonomian Indonesia kuat dan inflasi terjaga, kata Yukki kepada Bisnis, Jumat (23 Agustus 2024).
Ketegangan geopolitik yang terjadi di Timur Tengah juga berdampak pada transportasi dan rantai internasional sehingga menyebabkan harga komoditas dan harga komoditas meningkat, kata Yukki. Selain itu, suku bunga kredit dunia usaha yang masih tinggi tertutupi oleh melemahnya nilai tukar Rupiah.
Selain itu, dunia usaha melihat penurunan produksi pada Juli 2024 menjadi 49,3 yang disebabkan oleh penurunan aktivitas serupa di Tiongkok yang mengalami kontraksi dalam tiga bulan terakhir.
Hal ini membuat kemauan di Tiongkok melemah sehingga menyebabkan perekonomian dunia terpuruk.
“Melambatnya perekonomian Tiongkok menjadi permasalahan bagi industri manufaktur negara tersebut sebagai eksportir terbesar Indonesia, khususnya bagi industri manufaktur ekspor,” ujarnya.
Dibandingkan dengan situasi di dalam negeri, Kadin melihat permasalahan luar negeri menjadi penyebab menurunnya dan menurunnya permintaan dari mitra utama asing Indonesia.
Di sisi lain, para pengusaha memandang pergantian pemerintahan dengan optimis dan cermat karena akan membawa kesinambungan dan penyempurnaan hukum yang disertai stabilitas.
Sebagai pejabat pemerintah, Yukki mendorong dukungan dan insentif dari pemerintah untuk memajukan industri manufaktur tanah air.
Di dalam negeri, Kadin melihat pembiayaan pemerintah pada sektor manufaktur masih terdampak oleh tingginya suku bunga Bank Indonesia (BI) yang membuat kredit menjadi lebih mahal.
Belum lagi, permasalahan tenaga kerja yang tidak kompetitif di Indonesia, bahkan dibandingkan negara lain di Asia Tenggara, masih menjadi salah satu kendala yang menghambat pertumbuhan industri pengolahan.
“Kami merekomendasikan stimulus fiskal pemerintah, kemudahan berusaha dan rantai pasok, serta peningkatan produktivitas pekerja sebagai faktor penting untuk mendorong sektor manufaktur kembali menjadi inti perekonomian nasional”.
Sementara itu, pihaknya berharap namun yakin akan adanya perubahan positif dalam kepemimpinan pada Oktober mendatang, terutama dengan kerja sama antara pemerintahan saat ini dan pemerintahan berikutnya.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel