Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) mengungkapkan sejumlah tekanan pasar ekspor yang dihadapi pelaku usaha, sehingga berkah penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah tidak mendongkrak industri secara signifikan. . . 

Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman mengatakan, kondisi ini juga menandakan pangsa ekspor makanan dan minuman masih berada pada kisaran 6-8% dari total penjualan. Sedangkan nilai ekspor makanan dan minuman sebesar USD 9,21 miliar pada periode Januari-Maret 2024.

“[Pangsa ekspor] hanya 6-8%. Sementara ekspor juga semakin kompetitif karena pembeli juga mendapat tekanan dan meminta harga yang lebih baik,” kata Adhi S. Lukman kepada Bisnis, Selasa (18/6/2024). 

Seharusnya, beberapa perusahaan makanan dan minuman yang berorientasi ekspor bisa meraup untung besar dari tingginya nilai tukar dolar AS. Namun potensi tersebut terhambat oleh kenaikan harga bahan baku dan biaya logistik. 

Adhi menjelaskan, pelaku usaha saat ini dibebani biaya transportasi dan logistik yang meningkat 3-4 kali lipat akibat kondisi geopolitik yang masih memanas. Di sisi lain, harga makanan dan minuman seperti biji kakao juga naik hampir tiga kali lipat pada tahun ini. 

Melihat kondisi tersebut, ia menilai pentingnya insentif ekspor berbagai makanan dan minuman sehingga mampu menambah devisa negara. Namun, pemerintah disebut harus mempertimbangkan kembali aturan pendapatan ekspor (DHE) yang membebani industri. 

Dalam hal penurunan harga bahan baku, industri melakukan antisipasi efisiensi dan mencari sumber daya alternatif dari negara lokal atau alternatif, serta memperkuat produksi hulu sehingga ketergantungan terhadap bahan baku impor menjadi berkurang. 

Sebelumnya, emiten konsumen PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) disebut berencana melakukan penyesuaian harga produk yang mengandung coklat seperti Beng-Beng dan Choki Choki karena harga biji kakao mengalami kenaikan. 

Direktur Mayora Indah Wardhana Atmadja mengatakan, segmen makanan yang mengandung coklat terdampak kenaikan harga biji kakao yang hampir tiga kali lipat pada tahun ini. Untuk itu, penyesuaian harga dilakukan untuk menjaga margin penjualan. 

“Untuk produk yang mengandung coklat, kami sangat memperhatikan margin produk, bahkan ada beberapa produk yang harganya akan disesuaikan pada semester kedua,” ujarnya. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel