Bisnis.com, Jakarta – Apoteker BUMN PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) menyatakan akan menunda rencana penawaran umum perdana (IPO) anak perusahaannya PT Kimia Farma Apotek (KFA). Hal ini berkaitan dengan dugaan pelanggaran laporan keuangan.

Chief Executive Officer Kimia Farma David Utama mengatakan manajemen KAEF menemukan pelanggaran integritas data pelaporan keuangan yang terjadi pada anak perusahaannya, KFA, selama 2021-2022. 

“Untuk Apotek Kimia Farma yang sedang menjalani uji kelayakan penyampaian laporan keuangan, menurut saya belum fokus pada IPO,” kata David di Jakarta, Senin (3/6/2024).

Bersama Kementerian BUMN dan PT Bio Farma (Persero), BUMN Pharmaceutical Holding KAEF bekerja sama dengan pemegang saham melakukan “bersih-bersih” internal di KFA. 

“Manajemen KAEF saat ini sedang mendalami dugaan tersebut lebih lanjut melalui audit independen yang dilakukan oleh pihak independen. Adanya faktor-faktor di atas menyebabkan total kerugian KAEF pada tahun 2023 mencapai Rp 1,82 triliun.”

Jika menengok ke belakang, rencana Kimia Farma untuk melakukan IPO ke cabang sudah santer terdengar sejak tahun 2021, atau sesaat setelah produsen obat masuk ke BUMN.

Sedangkan berdasarkan informasi di situs resmi perseroan, komposisi pemegang saham KFA adalah PT Kimia Farma Tbk sebesar 59,99%, PT Akar Investasi Indonesia 20%, CIZJ Limited 20%, dan Yayasan Kesejahteraan Keluarga Kimia Farma (YKKKF) 0,01%.

Sejauh ini Kimia Farma memiliki sekitar 1.245 apotek yang tersebar di seluruh Indonesia, kata David. Pada tahun 2023, perusahaan juga akan melakukan ekspansi dengan menambah 100 apotek baru.

Namun, KFA secara umum memberikan beban operasional yang berat kepada KAEF. Jika dilihat dari laporan keuangan tahun 2023, KAEF mencatatkan barang senilai Rp6,86 triliun, meningkat 25,83% dari tahun 2022 menjadi Rp5,45 triliun.

Dari sisi beban usaha pada tahun 2023 meningkat 35,53% (YoY) menjadi Rp 4,66 triliun dibandingkan tahun 2022 sebesar Rp 3,44 triliun. Kenaikan biaya operasional terutama terjadi pada anak usahanya PT Kimia Farma Apotek (KFA), kondisi yang tidak terjadi pada tahun lalu.

Belanja keuangan pada tahun 2023 meningkat 18,49% (YoY) menjadi Rp622,82 miliar seiring dengan kebutuhan modal kerja perseroan dan kenaikan suku bunga. Ke depan, perseroan akan melakukan restrukturisasi keuangan untuk meringankan beban keuangan, kata David.

“Fokus kami membenahi fondasinya, karena kalau begitu saya akan kesulitan sekali melakukannya, jadi saya kira ide IPO akan kami pertimbangkan sampai kami siap,” pungkas David.

Perlu diketahui, penjualan KAEF sepanjang tahun 2023 justru meningkat dibandingkan tahun 2022. KAEF mencatatkan penjualan Rp 9,96 triliun pada 2023. Penjualan tersebut naik 7,93% dibandingkan tahun 2022 sebesar Rp 9,23 triliun. 

Namun seiring meningkatnya belanja perusahaan, total laba KAEF berkurang 17,91% menjadi Rp 3,1 triliun. Alhasil, KAEF mencatatkan peningkatan rugi bersih menjadi Rp 1,48 triliun pada tahun 2023, atau meningkat dibandingkan tahun 2022 sebesar Rp 190,47 miliar.

——-

Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembelian atau penjualan saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul akibat keputusan investasi pembaca.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel