Bisnis.com, Jakarta — Sedot lemak menjadi perbincangan hangat setelah selebriti Ella Nanda Sari Hasibuan meninggal dunia usai menjalani sedot lemak.
Pengurus PB IDI dan Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruktif Estetika Universitas Indonesia, Dr. Corey Haley mengatakan, sedot lemak bukanlah hal baru dalam dunia estetika yang kerap dilakukan untuk kesehatan dan sekadar memperbaiki penampilan.
Sedot lemak atau sedot lemak sendiri adalah prosedur invasif atau besar yang bertujuan menghilangkan timbunan lemak di bawah kulit atau di area tubuh tertentu.
“Sedot lemak juga merupakan industri plastik terpopuler ketiga di Indonesia. Alasannya dari segi kesehatan dan gaya, terutama bagi mereka yang menjaga penampilan,” jelasnya dalam wawancara media dengan PB IDI, Rabu. . (31/7/2024).
Namun, Dr. Corey mengatakan meski angka obesitas di Indonesia tinggi, sedot lemak bukanlah cara cepat menurunkan berat badan.
Kegiatan ini bisa dilakukan jika untuk binaraga. Ini karena banyak masalah dalam jangka pendek dan panjang setelah sedot lemak.
Beberapa masalah segera setelah sedot lemak:
• Penyerapan air
• Kanker
• Nomor datang
• Obat beracun
Selain itu, masalah jangka panjangnya adalah:
• Kulit kental
• Kerusakan jaringan lunak
Kerusakan tubuh akibat bahan sedot lemak yang masuk ke dalam tubuh
• Gumpalan lemak di pembuluh darah
• Masalah jantung dan jantung
“Risiko komplikasi dapat meningkat karena banyaknya pekerjaan yang dapat mempengaruhi organ dan banyak operasi yang harus dilakukan dalam waktu bersamaan,” jelasnya.
Dr Corey menekankan, karena merupakan prosedur yang sangat invasif, sedot lemak tidak dapat dilakukan tanpa perawatan, harus dilakukan oleh dokter spesialis dan harus memiliki sertifikat dan sertifikat pelatihan seperti nomor PP. 28 Tahun 2024.
“Orang yang melakukan bedah plastik estetik haruslah dokter profesional yang memiliki sertifikat atau sertifikat baru dari Konsil Kedokteran Indonesia [KKI],” jelasnya. .
Lalu soal manfaatnya, sesuai PP No. 28 Tahun 2024, ia juga menekankan agar bagian hukum di rumah sakit dan kantor pusat mematuhi persyaratan tersebut.
Sementara itu, Dr. Corey juga menekankan bahwa profesional medis bersertifikat belum memenuhi persyaratan hukum, sehingga mereka tidak boleh berpraktik di klinik atau melakukan prosedur.
“Jadi kalau nanti ketemu dokter yang punya ijazah, jangan. Ijazah itu hanya ilmu, tidak diakui negara. Itu alasan haknya,” ujarnya.
Simak berita dan artikel di Google News dan WA Channel