Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan asuransi jiwa syariah tercatat merugi selama dua tahun berturut-turut dalam laporan terbaru Otoritas Jasa Keuangan. Namun, tingkat partisipasi tabbaru berada pada posisi pertumbuhan yang kuat.

Uang tabarru adalah uang yang dikumpulkan dari banyak orang atau peserta yang berjanji akan membayar iuran bulanan. Dalam perusahaan asuransi syariah, ketika peserta membayar iuran, maka hak perusahaan asuransi sebagai pengelola yang melaporkan kerugian selama dua bulan berturut-turut, dan besaran tabbaru langsung dipisahkan. Dana Tabbaru berfungsi untuk memastikan bahwa klaim dan hak pemegang saham terlindungi.  

Statistik OJK bulan April dan Mei 2024 menunjukkan kerugian sebesar -Rp99,25 miliar dan -Rp. Bahkan, sepanjang Januari hingga Maret, asuransi jiwa syariah terus membukukan keuntungan meski trennya terus berlanjut yakni Rp141,70 miliar, Rp121,51 miliar, dan Rp93,33 miliar.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AASI) Erwin H. Noekman mengatakan, angka kinerja bulanan tidak bisa sepenuhnya menentukan kinerja asuransi jiwa syariah. “Asuransi jiwa dari segi permintaan mempunyai dua arti, ada pemberian manfaat atau ada permintaan sebenarnya. Oleh karena itu, tidak tepat jika melihat kinerjanya hanya dalam satu bulan,” kata Erwin saat ditemui The Tribrata Jakarta. Selasa (23/07/2024).

Erwin mengakui kekalahan ini jelas berdampak pada dirinya. “Termasuk keuntungan perusahaan yang berkurang. Ke depan, restrukturisasi perusahaan tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, banyak perusahaan asuransi syariah yang berharap ada relaksasi dari regulator OJK untuk efisiensi, terutama di layanan bersama [ dengan perusahaan transportasi konvensional] ,” jelas Erwin.

Meski mencatat kerugian dalam dua bulan terakhir, kontribusi tabarru menunjukkan tren meningkat. Pada Januari-Mei 2024, kontribusi tabarru tercatat sebesar 2,03 triliun, 3,73 triliun, 5,67 triliun, 7,38 triliun, dan 9,03 triliun. Menurut Erwin, hal ini menjadi indikator yang baik untuk menjamin perlindungan konsumen dalam polis asuransi jiwa syariah. “Jika kerugian ditanggung oleh asuransi jiwa syariah, kemungkinan besar perusahaan akan banyak melakukan investasi baru [karena nilai tabbaru terus meningkat],” tambahnya.

Saat ditanya apakah tren kerugian ini akan berlanjut pada semester II/2024, Erwin menegaskan pihaknya lebih fokus pada kesehatan dana tabarru. “Itu yang penting. Kami di organisasi mengutamakan perlindungan nasabah. Artinya, kalau uang tabarru sehat maka perlindungan nasabah terjamin,” ujarnya.

Erwin tak memungkiri industri asuransi jiwa syariah sedang terpuruk karena mencatatkan kerugian bisnis. Ujung-ujungnya kerugian kembali ke ibu kota, sebaliknya kerugian itu menandakan kekecewaannya, ujarnya.

Meski demikian, Erwin memperkirakan asuransi syariah akan terus tumbuh pada paruh kedua tahun 2024, baik asuransi umum syariah, asuransi jiwa syariah, maupun reasuransi syariah. Data OJK menunjukkan, hanya asuransi jiwa syariah yang mencatat kerugian usaha dalam dua bulan terakhir. Sedangkan asuransi umum syariah mencatatkan laba Rp119,81 miliar pada April dan Rp224,99 miliar pada Mei 2024. Reasuransi mencatatkan laba Rp129,21 miliar pada April dan Rp167,64 miliar pada Mei 2024.

Asuransi umroh menjadi salah satu pendorongnya. Permintaan penyesuaian tarif dari Kementerian juga bisa meningkatkan portofolio kami,” pungkas Erwin.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel